Selamat datang di Situs Ensiklopedia Ekonomi Islam

Isra Mi'raj dan Ekonomi Islam

EKISPEDIA.COM – Seluruh umat Islam didunia pada hari ini memperingati Isra’ wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Perjalanan yang memakan waktu sebagian malam (lailan) berpindah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra’: 1

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Tentunya peristiwa ini tidak bisa diterima secara nalar manusia tanpa keyakinan yang kuat akan kebesaran Allah SWT. Hal tersebutlah yang membuat beliau di olok-olok oleh kaum kafir Quraisy pada masa itu.

Isra’ wal Mi’raj adalah dua kata yang berarti diperjalankannya Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra’) dan dilanjutkan perjalanan secara vertikal (mi’raj) dari Qubbah As Sakhah menuju ke Sidratulmuntaha disatu malam yang bersamaan. Sehingga disebutlah dengan peristiwa Isra’ wal Mi’raj.

Telah sama-sama kita ketahui bahwa dalam perjalanan tersebut Rasulullah SAW menerima perintah shalat, yang mana ini menjadi kewajiban yang tertinggi bagi setiap umat Islam di dunia.

Ibadah Shalat menjadi tolak ukur amal. Kualitas amal seseorang ditentukan oleh shalatnya. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi:

“hal pertama yang akan dihisab kelak di hari pembalasan adalah Shalat. Apabila baik Shalatnya, maka akan baik pula amal-amal lainnya. Dan apabila Shalatnya rusak, maka akan rusak pula amal-amal lainnya,”

Ekonomi Islam dalam Peristiwa Isra Mi’raj

Pada malam Isra wal Mi’raj, selain mendapat perintah shalat secara langsung, Rasulullah SAW juga mendapatkan kabar bagi mereka yang suka makan hasil riba, sebagaimana disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah:

رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي لَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَنَظَرْتُ فَوْقِي فَإِذَا أَنَا بِرَعْدٍ وَبَرْقٍ وَصَوَاعِقَ قَالَ: وَأَتَيْتُ عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا

“Pada malam di-isra-kan, ketika sampai di langit ke tujuh, aku melihat ke atasku. Ternyata aku melihat halilintar, kilat, dan petir. Kemudian, aku diperlihatkan pada suatu kaum yang perutnya (besar) seperti rumah yang penuh dengan ular dan ular-ular itu terlihat dari luar. Aku bertanya (pada Jibril), ‘Siapakah mereka, Jibril?’ Ia menjawab, ‘Mereka ini adalah orang-orang yang suka makan hasil riba.”

Ekonomi Islam mengajarkan kita untuk menegakkan keadilan dan mengapuskan ekploitasi transaksi bisnis dengan melarang semua bentuk kezhaliman yang ada padanya, diantaranya transaksi yang mengandung riba.

Pemikiran ekonomi barat telah berhasil membuat kita menjadi sekularisme dalam menjalani perekonomian. Sebagaimana tidak menghiraukan transaksi yang mengandung riba, melegalkan spekulasi yang bersifat menipu, perjudian dan persaingan yang merugikan pihak lain.

Hendaknya dengan momentum Isra Mi’raj ini dapat menjadikan kita bersemangat untuk kembali melakukan kegiatan-kegiatan perekonomian berdasarkan nilai-nilai dan etika yang telah Islam ajarkan guna tercapainya kemashlahatan dan memaksimalkan kesejahteraan manusia pada umumnya.

Wallahu a’lam