EkisPedia.com – Akhir-akhir ini headline di media massa ramai membahas kelangkaan minyak goreng. Kelangkaan minyak goreng pun juga berdampak pada antrian di supermarket.
Padahal biasanya kita bisa dengan mudah mendapatkan minyak goreng, tapi sekarang pembeliannya pun harus dibatasi.
Kabar yang beredar, hal ini disebabkan adanya penimbunan!
Lantas bagaimana hukumnya bagi pelaku penimbunan barang dalam Islam?
Para ahli fikih menghukumi ihtikar sebagai perbuatan terlarang dalam agama. Hal ini berdasarkan isi dari kandungan Al-Quran yang menyatakan bahwa setiap perbuatan aniaya, termasuk didalamnya kegiatan ihtikar di haramkan oleh agama. (QS Al-Baqarah (2): 279; Al Maidah (5): 2 dan 6; Al-Hajj (22): 78).
Dalam hadist juga banyak disebutkan hukum bagi pelaku ihtikar, misalnya:
“Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam api neraka pada kiamat.” (HR. At-Tabrani dari Ma’qil bin Yasar).
Disebutkan juga dalam hadist riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah, “Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah”.
Penimbunan barang komoditas yang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak orang dalam Islam ini disebut ihtikar.
Oleh karenanya, inilah yang menyebabkan kelangkaan barang dipasar, sehingga menyebabkan lonjakan kenaikan harga barang.
Pelaku penimbunan ini termasuk dalam kejahatan ekonomi dan sosial. Bahkan ulama seperti Ibnu Hajar al-Haitsami menganggap ihtikar sebagai dosa besar.
Kita semua berharap dapat terhindar dari sifat tamak dan serakah yang dapat menyebabkan kesengsaraan dan kesulitan bagi banyak orang.
Maka, sudah seharusnya pemerintah atau otoritas terkait berhak untuk mengatur dan membuat kebijakan pada pasar, yang tentunya bertujuan untuk melindungi masyarakat.
Dalam hukum Islam, hal ini dikenal dengan istilah Wilayatul Hisbah.
——-
Terkait tentang Wilayatul Hisbah telah ditulis pada artikel berjudul Al Hisbah dalam Mekanisme Pasar
Wallahu a’lam