EkisPedia.com – Dalam seminggu terakhir ini kita mendapatkan kabar yang mengejutkan terkait kebijakan pemerintah menyoal penetapan harga minyak goreng yang diserahkan ke mekanisme pasar.
Sebelumnya, pemerintah telah membuat kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp. 14.000 per liter, namun bukannya ampuh malah stok minyak goreng menghilang dari pasar.
Penjualan minyak gorengpun dibatasi dimana-mana. Dan akhirnya pemerintah menyerah dengan melepasnya ke mekanisme pasar.
Dengan dilepasnya ke mekanisme pasar, maka harga minyak goreng kemasan kini tidak lagi sesuai HET yang harga perliternya Rp. 14.000.
Sangat mengejutkan ketika kebijakan HET ini dicabut, pasar bereaksi. Tak perlu waktu lama harga langsung naik dan ketersediaan barang melimpah ruah.
Dikutip dari liputan6.com harga minyak goreng di ritel Supermall Karawaci, Tangerang dibanderol Rp 47.000 hingga Rp 63.000 per 2 liter. Meskipun harga naik, konsumen dengan terpaksa membelinya.
Lalu, Apakah Salah Pemerintah Melepasnya ke Mekanisme Pasar?
Jika itu memang natural atau kalau dalam ekonominya dikenal dengan istilah Cateris Paribus (harga lainnya tetap) terjadi maka tidak salah, justru sudah benar pemerintah melakukan itu. Hal itu juga yang dikatakan Nabi Muhammad SAW dalam Hadist:
“Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.?” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dalam hal ini Nabi SAW tidak mencampuri apa-apa yang udah menjadi ketetapan-Nya terkait mekanisme pasar.
Namun kenyataan sekarang tidaklah demikian, mekanisme yang terjadi adalah tidak natural. Dengan kata lain ada mafia-mafia yang bermain disini, seperti pada tulisan sebelumnya yang berjudul Ihtikar, Si Tukang Timbun Barang.
Ketika hal ini terjadi, seharusnya pemerintah tidak menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Pemerintah mestinya berperan sebagai Pemegang Mandat Rakyat, yang berfungsi mengintervensi penentuan harga, bahkan bisa mengambil alih sistem produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Sebagaimana tujuan dari Pasal 33 UUD 1945 di kutip dari dpr.go.id adalah untuk menjunjung tinggi demokrasi dan juga menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pembangunan nasional haruslah dilakukan untuk tercapainya tujuan nasional, yaitu: “melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Namun, apa hendak dikata, semua akan terasa sulit dilaksanakan jika pada awal pemilihan raya yang mendanai adalah para oligarki.
Wallahu a’lam