EkisPedia.com – Jual – Beli secara bahasa adalah pertukaran harta dengan harta. Secara syariat, makna (bai’) telah disebutkan beberapa definisinya oleh para fuqaha (ahli fiqh). Definisi terbaik adalah: Pertukaran/pemilikan harta dengan harta berdasarkan saling ridha melalui cara yang syar’i. (Syarah Buyu’, hal. 1)
Hukum Jual Beli
Kaidah Fiqih: semua perkara dunia adalah Boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya atau mengandung sesuatu yang dilarang agama.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Al-Baqarah: 275)
“Sesungguhnya jual beli itu dengan sama-sama ridha.” (HR. Ibnu Hibban)
Syarat-Syarat Jual-Beli
- Keridhaan penjual dan pembeli
- Orang yang bertransaksi adalah orang yang diperbolehkan menangani jual-beli
- Barang yang harus halal
- Barang yang dapat diserah-terimakan.
- Akad jual beli dilakukan oleh pemilik barang atau yang menggantikan kedudukannya (yang diberi kuasa).
- Barang yang diperjualbelikan ma’lum (diketahui) dzatnya, baik dengan cara dilihat atau dengan sifat dan kriteria (spesifikasi)-nya.
Istilah-istilah dalam Jual-Beli
Seputar istilah-istilah dalam jual beli, bisa di cek pada postingan terdahulu di sini:
Istilah-istilah dalam Muamalah
——–
Sebuah kisah yang sudah sering kita baca/dengar terkait dengan kehalalan Jual-beli ini, dapat kita simak dan ambil pelajaran penting didalamnya.
TRAGEDI BUAH APEL*
Dikisahkan, hiduplah seorang pemuda shaleh bernama Tsabit. Pada suatu hari, Tsabit menemukan buah Apel jatuh di jalan, dimakanlah olehnya. Namun ia segera sadar bahwa buah itu tidak halal untuknya. Maka ia segera bergegas menemui pemilik kebun. Terjadilah dialog antara mereka:
Tsabit : wahai pemilik kebun, aku memakan buah milikmu. Aku mohon dimaafkan
Pemilik : tidak bisa !! Aku tidak ikhlas !!
Tsabit : wahai pemilik kebun, aku mohon !
Pemilik : tidak !!
Tsabit : aku akan melakukan apa saja supaya anda ikhlas
Pemilik : baiklah. Engkau kumaafkan asalkan mau menikah dengan putriku
Tsabit : Alhamdulillah
Pemilik : sebentar dulu, putriku itu buta, tuli, bisu, & lumpuh
Tsabit : ya, tidak apa-apa, asalkan saya dimaafkan
Tsabit dengan berat hati menerima syarat itu. Di hari yang ditentukan, pemilik kebun menikahkannya dengan putrinya. Putrinya masih tersembunyi di dalam kamar. Lalu Tsabit dipersilahkan masuk kamar. Dan ternyata, istrinya adalah wanita Arab yang cantik jelita. Dan terjadilah dialog antara mereka:
Istri: Assalaamu’alaikum
Tsabit: Wa…..wa…wa’alikum salam (terkejut)
Istri: kaget eaa?
Tsabit: lho….katanya kamu bisu?
Istri: benar aku bisu, karena aku tidak bisa berbicara yang haram
Tsabit: katanya kamu buta?
Istri: benar aku buta, karena aku tidak bisa melihat yang haram
Tsabit: katanya kamu tuli?
Istri: benar aku tuli, karena aku tidak bisa mendengar yang haram
Tsabit: katanya kamu lumpuh?
Istri: benar aku lumpuh, karena aku tidak bisa jalan ke tempat haram
Tsabit: Masya Allah, beruntungnya aku
Istri: eaaa. aku juga
Dari pernikahan mereka, lahirlah tokoh yang ilmunya menyinari dunia, yaitu Imam Abu Hanifah.
Allahu akbar, jika yang kita makan adalah baik, buahnya pun baik.
Waallahu a’lam
———
*Ini adalah ringkasan cerita dari artikel yang berjudul Pemuda dan Sebuah Apel yang telah terbit di Republika.