EKISPEDIA.COM – Agak menggemparkan, ketika ekonomi Islam muncul dengan bentuk yang berbeda dari kapitalisme-sosialisme. Namun, tidak dibarengi dengan sistem yang utuh. Gerakan pemilik kepentingan dan para ahli menyebar ke beberapa wilayah dengan bentuknya masing-masing. Gerakan tersebut salah satunya berencana untuk membuat sebuah sistem ekonomi Islam (SEI). Di Indonesia khususnya, tidak luput dari pengawasan seorang pemikir multidimensi yang juga ikut merumuskan yaitu M. Dawam Rahardjo.
Muh. Dawam Rahardjo lahir di kampung Baluwarti, Solo, Jawa Tengah 20 April 1942 dan meninggal di Jakarta 30 Mei 2018. Ia adalah anak dari pernikahan Zudhi Rahardjo dan Muthmainnah. Sejak kecil, Mas Dawam, panggilan akrabnya, mendapat pendidikan keagamaan dari Zudhi. Awal masuk pendidikan formal di mulai dari Taman Kanak “Busthanul Athfal” Muhammadiyah, Kauman. Tamat, kemudian melanjutkan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, Kauman. Untuk mendalami keagamaan, khusunya Al-qur’an, Mas Dawam di pondokkan di Krapyak (sekarng Pesantren Al-Munawir), Yogyakarta. Setelah itu, melanjutkan sekolah di SMA, Manahan Solo. Sisa setahun ia habiskan di Borah High school, Amerika Serikat (1960-1961). Sepulang dari Amerika, kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta (1969).
Semenjak berada di kampus. Ia sangat rajin menulis. Tulisannya bertebaran di banyak media. Selain itu, Dawam aktif di organisasi dan komunitas diskusi. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) salah satu yang memberi pengaruh besar padanya. Di sana ia bertemu orang yang membimbing dan bahkan dianggapnya sebagai guru. Pertama, Sudjoko Prasodjo, yang memberinya pemahaman tentang ke-HMI-an sehingga Dawam di kenal sebagai ideolog. Kedua, Sularso, yang mempengaruhi tentang sosialisme. Ketiga, Widjojo Nitisastro, tentang pembangunan. Dari ketiganya Dawam menekuni paham sosialisme, kapitalisme, marxisme, neo-marxisme dll. (Rahmanto, 2010). Kemudian Dawam dengan temannya Ahmad Wahib dan Razak menggagas komunitas diskusi yang diberi nama Limited Group yang di ketuai oleh Prof. Mukti Ali. Dalam komunitas tersebut sering membahas menyoal sosial-politik dan keagamaan (Wahib,2003).
Dawam lulus tahun 1969 dan memulai bekerja di Bank of America, Jakarta. Namun, tidak bertahan lama. Ketertarikannya pada riset, ia tunjukkan dengan bergabung dengan lembaga-lembaga riset. Di sana, ia merasa bebas dan bertemu dengan tokoh nasional-Internasional. Sehingga semakin menambah wawasan ilmu pengetahuan. Disamping itu, ketertarikan pada lembaga sosial juga ia tunjukkan dengan mendirikan beberapa lembaga, seperti : INFID, SEAFDA. Selanjutnya LSM seperti: LSIS, LSP, LKIS, dll. Pengalaman organisasi dan kecerdasan Dawam menjadikan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin di beberapa lembaga, seperti: Menjadi Direktur LP3ES (1980-1988), Pemimpin umum Majalah Prisma (1980-1987), ketua ICMI Indonesia (1995-2000), Direktur Yayasan Wakaf Paramadina (1988-1990), Direktur Program Pascasarjana UMM (1994-1997), Rektor UNISMA (2000). Selain itu, Dawam menggagas dan mendirikan beberapa lembaga keilmuan dan kemasyarakatan, seperti: Ketua Yayasan Studi Agama dan Filsafat (1983), Pemimpin Redaksi Jurnal: Ulumul Qur’an.
Kegemaran membaca dan menulis menjadikan Dawam banyak menghasilkan buku-buku. Karya yang ia hasilkan sangat beragam. Dalam pergolakan gerakan pemikiran keislaman dan kebangsaan terdapat buku berjudul “Intelektual, Intelegensia, Politik Bangsa (1992), Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial (1999). Kemudian buku-buku tentang keagamaan: Ensiklopedia: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci (1996) dan Paradigma Al-Qur’an (2005). Selanjutnya yang menyoal persoalan ekonomi politik, terdapat: Esai-esai Ekonomi Politik (1983), Persepktif Deklarasi Mekkah (1987), BI dalam Kilasan Bangsa (1995), Independen BI dalam Kemelut Politik (2001), Pembangungan Ekonomi Pascamodern (2012), Ekonomi Politik Pembangunan (2012) (kumpulan tulisan Dawan di Majalah Prisma), Arsitektur Ekonomi Islam (2015). Di bidang sastra ada kumpulan cerpen “Anjing Masuk Surga” (2009).
Sistem Ekonomi Islam
Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu dinamis. Kemunculan kebaharuan itu disebakan atas kebutuhan kondisi realita, salah satunya sistem ekonomi Islam. Berbicara sistem, maka yang muncul di benak kita adalah bagaimana gambaran yang terdiri dari bagian-bagian yang memiliki fungsinya sendiri guna mencapai keutuhan. Beberapa pemikir, ahli dan praktisi ekonomi Islam berkumpul mencari, menggagas dan menawarkan tentang sistem ekonomi Islam. Hal tersebut sebagai bentuk reaksi atas sistem ekonomi yang lebih dulu eksis yaitu kapitalisme dan sosialisme. Sistem ekonomi Islam tampil dengan bentuk yang berbeda, dimana mendasarkan pada paham yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Coba kita menilik kebelakang ketika Wahyu Al-Qur’an turun dan bagaimana sejarah dakwah Nabi Muhammad. Awal mula ayat-ayat turun adalah surat Al-Alaq yang memberikan kesadaran pada manusia untuk terus belajar dan kesadaran ketauhidan. Proses penyebaran pada waktu itu bertitik menyoal sosial-ekonomi yang didasari kesadaran teologis. Lebih dari itu, Nabi Muhammad berupaya menanamkan nilai-nilai Islam agar masyarakat menjadi bermoral. Artinya, penginternalisasian ajaran Islam ini merasuki dimensi spiritual dan kultural masyarakat. Sehingga, dengan sendirinya kekuatan tercipta dan mengalihkan konsep sistem yang telah lama berakar pada masyarakat.
Meski telah memiliki sebuah landasan yang jelas, namun dalam tubuh pemikir ekonom muslim masih menyimpan keraguan, mereka menyebut bahwa hanya terdapat nilai-nilai Islam mengenai kehidupan berekonomi. Selanjutnya, Dawam menilai, bila konsep SEI masih terlihat seperti usaha melakukan islamisasi dari ilmu ekonomi konvensional dan transformasi ilmu fiqh tradisional ke dalam simbul ilmu ekonomi konvensional. (Dawam,1985). Konsep itu terlahir hasil dari kolaborasi antara ulama fiqh dan sarjana muslim. Dan ternyata, jawaban itu masih belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Melihat hal itu, Dawam, memiliki pandangan berbeda, pandangan itu ia curahkan dalam tulisan berjudul “Sistem Ekonomi Alternatif” (1985) dan “Sistem Ekonomi Islam: Sebuah Alternatif” (1987) meski judul berbeda, namun secara isi, sama. Dawam mengatakan bahwa sistem ekonomi Islam merupakan “suatu konsep atau teori yang dikembangkan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Ia merupakan hasil transformasi nilai-nilai Islam yang membentuk suatu kerangka dan perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi yang hidup beroperasi dalam kehidupan masyarakat”. Bila ditelisik, sistem ekonomi Islam masih perlu dicarikan bangunan yang utuh, sekaligus menampilkan ciri khasnya. Dawam memberikan sebuah usaha-usaha dasar untuk mengembangkan sistem ekonomi Islam yaitu melakukan penggalian ke dasar filosofis ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist, berdasar pada kerangka ontologis, epistemologis dan aksiologis serta mempelajari kembali pemikir-pemikir besar muslim terdahulu yang telah mewarnai peradaban keilmuwan.
Melembagakan Ekonomi Islam
Lembaga pendidikan memiliki peranan penting memberikan kontribusi pemikiran baru. Peranan ini bisa diwujudkan dengan mengadakan jurusan-jurusan ilmu ekonomi Islam/Syariah. Sebab, Sumber daya manusia (SDM) kompeten dibutuhkan. Selain itu, dapat melahirkan peneliti-peneliti kompoten di bidangnya. Bila semua itu berjalan secara maksimal, maka akan semakin cepat untuk mendapatkan penemuan-penemuan baru dalam disiplin bidang ekonomi Islam.
Perbankan Syariah memiliki tempat strategis dalam ekonomi Islam. Lembaga ini bertujuan menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Kemunculan dari lembaga ini sebagai bentuk penolakan praktik riba pada Bank konvensional. Sejalan dengan itu, Bank Syariah mengambil jalan lain yaitu dengan akad mudharabah (akad kerja sama), murabahah, musyarakah, rahn, ijarah, dll. Akad-akad tersebut sekaligus menjadi penanda ciri khas yang dimiliki oleh ekonomi Islam. Dan tentu, terhindar dari praktik-praktik yang bertentangan dengan syariat Islam.
Koperasi merupakan gagasan tentang sebuah model kegiatan ekonomi yang menekankan kerja sama antara beberapa orang sebagai pelaku ekonomi. (Dawam, 2015). Koperasi memiliki visi : sebagai badan usaha yang mencari keuntungan, menjadi lembaga pelayan anggota, dan sebagai intrumen kebijakan pemerintah. Koperasi dengan berjalannya waktu mengalami perkembangan dan inovasi. Hal itu menunjukkan bahwa koperasi memberikan kemanfaatan bagi anggotanya. Ekonomi Islam pun kemudian memiliki sebuah badan koperasi yang bernama Baitul Maal Wal Tamwil (BMT). BMT pada umumnya sebagai badan mikro yang mana memiliki skala yang tidak begitu luas, namun secara esensial keberadaan BMT tersebut dimaksudkan dapat membantu memberikan layanan dan fasilitas kepada masyarakat agar dapat menumbuhkan UMK yang akhirya berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Lembaga sosial Islam memiliki tujuan melakukan penghimpunan, pengelolan dan pendistribusian dana kepada masyarakat. Lembaga ini bergerak di bidang sosial, atau biasa disebut lembaga Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf. Lembaga ini untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat kurang mampu, agar kesenjangan sosial bisa ditiadakan. Memaksimalkan lembaga sosial tersebut perlu adanya kesadaran penuh dari umat Islam. Sebab, tindakan tersebut merupakan salah satu kewajiban.
Serikat Dagang Islam Indonesia (SDII) berdiri di Bogor 2001. Pendirian organisasi ini ingin mengembalikan semangat Serikat Dagang Islam (SDI) yang dulu di didirkan oleh Tirto Adisuryo tahun 1909 dan Haji Smanhudi di Solo. Orang-orang yang terdapat dalam SDII berasal dari beragam kalangan. (Dawam, 2015). Tujuan dari pendirian ini adalah untuk membantu masyarakat berkontribusi dalam perekonomian Indonesia, menggalang dana dari pengusaha untuk di kelola dan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan agar bisa mengembangkan usaha yang dimiliki. Bentuk gerakan semacam ini penting untuk menghalau dominasi dari paham kapitalisme dan sosialisme yang telah menyebar dan berakar. Penerapan yang dilakukan juga mendasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam yaitu tolong-menolong (Ta’awun) dan berkeadilan.
Dari pranata-pranata singkat diatas dapat dipahami bahwa sistem ekonomi Islam bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan bisa terpenuhi secara spiritual dan materiil.
Wallahu a’lam