EKISPEDIA.COM – Berambut putih, berkacamata bening, kulit sawo matang khas negaranya, dan bertubuh tinggi. Berhasil memikat perhatian banyak umat dunia. Keterpikatan ini dilatari atas sumbangsih berupa pikiran-pikiran yang mendobrak kejumudan masyarakat Islam. Mereka terbuai oleh sejarah kejayaan Islam. Mereka lupa, bila roda kehidupan akan terus bergerak dan digerakkan oleh orang atau kelompok yang berkehendak berkuasa. Sebab dari tindakan itu, tatanan sosial ekonomi masyarakat secara perlahan berubah bentuk.
Perubahan tata kelola sosial-ekonomi masyarakat yang tanpa aturan pelaksanaan yang ketat, berakibat pada kesewenang-wenangan yang dominan mudah menguasai segala aspek kehidupan. Penguasaan ini terlihat dari, tidak selesainya permasalahan yang menjerat masyarakat lemah, miskin dan tertindas. Namun, kuasa segelintir orang tetap mentereng dan semakin meluaskan pengaruh.
Negara India dibawah kolonial Inggris, melahirkan diskrimasi yang begitu mencolok. Keberpihakan hanya ditujukan kepada mereka yang berstatus tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang berstatus rendah tidak mendapatkan posisi yang layak. Fenomena tersebut berjalan cukup lama. Akhirnya, direspon dengan berbagai gerakan untuk melawan berbagai ketidakadilan sosial ekonomi yang dialami masyarakat.
Berbagai kelompok bersama-sama mengerahkan menjemput keadilan. Dari kalangan nasionalis, agamis dan cendekiawan tidak luput menjadi pionir. Beberapa diantaranya bisa kita kenal, seperti; Lokamanyak Tilak, Mahatma Gandhi mewakili kelompok nasionalis. Ahmad Khan mewakili kalangan cendekiawan muslim. Semua usaha itu berhasil dicapai dan berbuah pada tahun 1947. Nilai keagamaan, pengetahuan dan spirit nasionalisme merasuk dan menggerakkan masyarakat India yang memiliki kesadaran kemerdekaan, kebebasan dan keadilan.
Kesadaran ajaran agama dan ilmu pengetahuan diintegrasikan memberi nilai tersendiri sebagian tokoh muslim India dan mendirikan lembaga pendidikan, Sir Syed Ahmad Khan (reformis India) mendirikan Universitas Muslim Aligarh (UMA), Delhi. Kampus Negeri bergengsi ini menelurkan banyak pemikir muslim India dalam beberapa disiplin ilmu pengetahuan. Mereka menjadi embrio perubahan sosial-keagamaan dan sosia-ekonomi. Hal ini, tidak terlepas dari kesadaran akan pentingnya pengetahuan bagi manusia. Pengetahuan diyakini bisa menghantarkan pada kehidupan yang layak.
Muhammad Nejatullah Siddiqi, 21 Agustus 1931, lahir di Gorakhpur, India. Memperoleh pelajaran agama dari sang ayah. Siddiqi, sapaan akrab, di usia siap sekolah kemudian melanjutkan di Jame’at Islam. Setelah lulus, menimba dan memperdalam di UMA. Ketertarikan pada kajian ekonomi Islam terlihat sejak berstatus mahasiswa. Siddiqi, sering mengajak teman-teman berdiskusi di kampus dan rutin. Keseriusan ini timbul dari keresahan pada persoalan ekonomi yang tidak terselesaikan.
Keterbatasan bahasa yang dimiliki, mengharuskan Ia belajar bahasa Arab. Menurutnya, bekal ini dapat membantu mempelajari khasanah kitab-kitab klasik; teologi, fiqh, al-qur’an, hadist serta ekonomi. Selain itu, mempermudah dialog bersama para tokoh muslim pengaruh yang berasal dari dimana awal turun Islam. Hal itu, dirasa akan mempercepat pemahaman yang mendalam pada agama Islam.
Kerja keras yang digeluti, berhasil mengantarkannya meraih perhargaan mentereng. Tahun 1982, Internasional Raja Faisal memberikan Nobel pada bidang disiplin studi Islam. Kemudian, tahun 2003 kembali meraih penghargaan dalam bidang ekonomi Islam Syekh Waliullah Dahlawi dalam bidang Ekonomi Islam.
Banyak karya berhasil ia lahirkan dan telah diterjemahkan ke beberapa bahasa. Menjadi rujukan universitas ternama dihampir seluruh dunia. Selain itu, pengabdiannya pada dunia akademik sebagai bentuk kepedulian atas perkembangan bagi peminat disiplin ekonomi Islam. Universitas Aligarh dan King Abdul Aziz, tidak lepas tertarik padanya. Undangan berbicara pada forum-forum nasional dan internasional membanjiri ruang kerja.
Sumbangsih Pemikiran
Ekonomi Islam berurusan dengan kegiatan perilaku manusia dalam berbisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai aturan yang bersumber dari Al-qur’an dan As-sunnah. Islam memberi batasan-batasan pada manusia agar tidak bertindak semena-mena dan menjadikkan moral mendapat tempat yang layak supaya keadilan sosial, kebutuhan dan pemerataan bisa terwujud. Hal ini, sesuai dengan tujuan ekonomi islam yang tidak hanya berfokus pada pemenuhan secara materiil, melainkan juga spiritual.
Siddiqi, bekal bahasa Arab, ia pergunakan mencari konsep ekonomi yang dahulu telah ditelurkan oleh pemikir dan ulama Islam klasik-modern. Pengkayaan itu, dituliskannya dalam buku “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, 1986. Disana, mengkaji Ibnu Taimiyah, Abu Yusuf, Ibnu Khaldun serta Syekh Waliullah, dll. Semua ekosistem yang terdapat didalamnya ia rumuskan kembali dan direlevansikan pada era modern. Sekaligus menyadari bahwa perilaku ekonomi secara hakikat tidak hanya bertujuan pemenuhan secara materiil.
Spiritual ekonomi dikatakan Siddiqi dalam tulisannya berjudul “Dasar Spiritual Kehidupan Ekonomi dan Finansial: Perspektif Islam” (1993) menjelaskan pentingnya manusia menyadari spiritual. Spiritual disini mencerminkan kedekatan manusia kepada Sang Pencipta yang kemudian termanifestasikan dalam perilaku kehidupan. Selain itu, spiritual secara tidak sengaja menjadi batasan larangan secara personal apabila akan menjalankan suatu tindakan. Sehingga yang dimunculkan adalah perbuatan-perbuatan yang lebih mengutamakan etika moral kebaikan dalam berkehidupan.
Sebagai pemangku kepentingan dalam organisasi negara. Setiap individu diwajibkan memiliki pertimbangan dan keputusan strategis ketika mengambil suatu kebijakan. Pendapatan dan pengeluaran negara yang didistribusikan melalui kebijakan fiskal harus tepat sasaran. Sebagai sistem ekonomi yang kuat terhadap goncangan krisis, berusaha tampil serius menawarkan solusi-solusi pengentasan kemiskinan yang terjadi dalam suatu masyarakat. Pengentasan ini, dapat dilakukan melaui penyaluran kekayaan negara ataupun lembaga lain yang memiliki kefokusan penanganan kerja.
Buku “Bank Islam”, 1984, berhasil mengisi sepinya bacaan bank tanpa riba. Garapan Siddiqi tersebut, saya menduga keberlanjutan dari konferensi mekkah di Jeddah, dimana bermacam kalangan sepakat memunculkan gagasan baru. Pemikiran itu, berhasil memberi pengaruh pada khasanah ekonomi Islam. Sebab ia melihat, keterjeratan masyarakat miskin terletak pada penggantungan diri pada lembaga berbasis riba. Lembaga keuangan itu, produk atas ekonomi modern yang dilahirkan sistem kapitalis.
Sebagai penghimpun dana kekayaan masyarakat memiliki tugas dan tanggungjawab memberikan pembiayaan kepada masyarakat tanpa riba. Dengan jalan ini, keadilan sosial dan pemerataan pendapatan akan terwujud. Masyarakat miskin dengan sendirinya akan dapat keluar dari kesulitan hidup. Implikasinya terjaminnya secara materiil dan spiritual. sebab, kita tahu bahwa kemiskinan akan memiliki kecenderungan manusia berbuat yang tidak senonoh.
Sistem ekonomi Islam memiliki ciri khas tersendiri dibanding sistem ekonomi yang lain. Sistem ekonomi Islam yang mendasarkan pada sumber al—qur’an dan As-sunnah memberikan kewajiban bagi setiap umat berkelebihan harta untuk menyisihkan kekayaan berupa zakat, sedekah dan wakaf. Instrumen tersebut dikatakan Siddiqi, menghindari kekayaan terkumpul hanya disebagian orang kaya saja.
Ilmuan ekonomi Islam kondang tersebut, pada 12 November 2022, telah dipanggil oleh Sang Pencipta. Warisan intelektual yang telah berhasil ditelurkan patut diteladani untuk khazanah ekonomi Islam. Semoga mendapat tempat terbaik disisi-Nya. Aamiin