EKISPEDIA.COM – Investasi berperan penting bagi suatu negara. Semakin banyak masyarakat mengenal investasi, maka dekat dengan kemakmuran. Seseorang yang memiliki pengetahuan keuangan yang baik, akan berpengaruh pada perilaku manajemen keuangan, hal itu ditunjukkan dengan adanya perencanaan keuangan. Dengan melakukan investasi, seseorang memiliki tujuan keuangan, seperti; merdeka finansial di usia muda, aset yang dimiliki dapat bekerja untuknya, tanpa seseorang tersebut bekerja keras, serta seseorang yang berinvestasi harus memiliki ketenangan jiwa.
Pengetahuan Investasi harus dimiliki seseorang sebelum melakukan proses investasi agar terhindar dari kesalahan dan berdampak pada kerugian. Pengetahuan investasi meliputi tujuan dilakukannya investasi, risiko yang harus dihadapi, keuntungan yang diharapkan dan pengetahuan tentang investasi. Dalam transaksi investasi, seorang calon investor membutuhkan bukan hanya pengetahuan, tapi juga pengalaman, dan insting bisnis yang kuat agar dapat menganalisis risikonya. Niat berinvestasi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berpengalaman dengan usia yang matang akan tetapi niat investasi sudah mulai tumbuh dan berkembang dikalangan anak muda yang biasa disebut dengan istilah generasi milenial.
Generasi milenial, mereka yang lahir antara tahun 1981-2000 (Rosandya & Nurzaman, 2020). Jumlah generasi milenial di Indonesia dalam kurun kelahiran tahun 1981–2000 menempati populasi tertinggi, yaitu sebanyak 63,4 juta jiwa atau 24% dari total penduduk Indonesia. Hal tersebut merupakan tanda akan terjadi bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan. Berdasarkan hasil proyeksi sensus penduduk, bonus demografi akan berada dititik terendah pada kurun waktu tahun 2028 hingga 2031, sedangkan berdasarkan proyeksi supas, bonus demografi akan terjadi pada tahun 2021 hingga 2022 (Ekuitas & Wijayanti, 2020).
Dengan adanya bonus demografi, berarti akan didominasi oleh generasi milenial yang merupakan generasi produktif, sehingga akan menimbulkan banyak peluang. Pemerintah dapat memindahkan anggaran yang awalnya untuk kebutuhan penduduk usia tidak produktif menjadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Angkatan kerja, tabungan, dan kualitas sumber daya manusia semua meningkat. Generasi milenial sebagai penerus roda pembangunan bangsa Indonesia ini, diharapkan menjadi sumber daya manusia yang berkarakter sehat, cerdas, dan produktif, sehingga peningkatan pendapatan daerah maupun nasional akan dapat menigkatkan kesejahteraan masyarakat. (Ekuitas & Wijayanti, 2020).
Saat ini potensi milenial mencapai 140 juta orang yang mewakili 62,98 persen penduduk di Indonesia. Porsi milenial mencapai 33,75 persen dan 29,23 persen adalah generasi sentenial atau generasi Z. Selain itu 87 persen penduduk Indonesia adalah Muslim yang menempati 12,5 persen populasi Muslim dunia. Global Islamic Economy Report oleh Thomson Reuters menyebutkan ekonomi Islam tumbuh stabil karena didorong populasi millenial Muslim yang terus meningkat dan diperkirakan akan mencapai tiga miliar jiwa pada 2060.
Dibandingkan generasi sebelumnya, generasi milenial memiliki karakter unik. Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban komunikasi, media, dan teknologi digital. Karena dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif. Dibandingkan generasi sebelumnya, mereka lebih berteman baik dengan teknologi. Generasi ini merupakan generasi yang melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Bukti nyata yang dapat diamati adalah hampir seluruh individu dalam generasi tersebut memilih menggunakan ponsel pintar.
Generasi muda milennial yang diasumsikan boros, tidak bisa mengelola keuangannya dengan baik, gemar belanja online, jalan-jalan, wisata kuliner, minum kopi, dan gonta-ganti gadget, ternyata juga memikirkan investasi. Muncul fenomena dari The Harris Poll tahun 2018, bahwa 92% dari milenial sudah suka menabung. Bahkan satu per tiga di antaranya sudah melakukan investasi di luar rencana pensiun yang akan disiapkan. 70% dari milenial sudah mengetahui cara berinvestasi. The Indonesia Capital Market Institute (TICMI) menemukan hal yang lebih mengejutkan lagi, 61,76% dari 168 responden milenial telah menerapkan pengelolaan keuangan dengan investasi.(Onasie, 2020).
Menyikapi hal tersebut pemerintah sudah melakukan berbagai upaya diantaranya meningkatkan literasi keuangan yang digalakkan oleh OJK beberapa tahun terakhir, gerakan “Ayo Nabung Saham”, dan dikeluarkan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel dengan harga yang diturunkan dari Rp 5 juta menjadi Rp 1 juta serta SBN tersebut dijual melalui online (e-SBN) oleh Pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Semua program tersebut menyasar generasi milenial saat ini yang sesuai dengan karakternya menyukai investasi yang pasti dan menghendaki return yang tinggi serta dapat diakses dengan mudah melalui gadgetnya. Upaya pemerintah untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap investasi tidak hanya meningkatkan literasi masyarakatnya, melainkan juga meningkatkan pelayanan perijinan, adanya kebijakan hukum sebagai acuan, dan menyediakan instrument investasi sehingga investasi masyarakat terdiversifikasi.
Bagi generasi milenial terdapat beberapa hal yang harus dilakukan sebelum melakukan investasi. Pertama, tentukan terlebih dahulu tujuan investasi. Pada tahap ini yang dilakukan calon investor adalah membuat perkiraan berdasarkan pertimbangan hubungan return dan risiko atas tujuan investasi yang akan dilakukan. Kedua, calon investor melakukan analisis terhadap sasaran investasi yang mana hal ini akan menentukan kebijakan investasi yang akan diambil. Pilihan investasi generasi milenial yang paling tinggi adalah 54,41% di pasar modal, dan sisanya di produk perbankan dan sektor riil. Dari 54,41% hal paling banyak pilihan produk investasi milenial sebesar (80,88%) jatuh kepada saham, lalu disusul 16,18% oleh reksa dana, 1,47% oleh obligasi, dan yang terakhir 1,47% untuk produk investasi lainnya. (Onasie, 2020).
Berdasarkan data diatas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi investor menentukan keputusannya berinvestasi di pasar modal. Selain faktor fundamental, teknikal, dan faktor yang berkaitan dengan pengumuman (dividen, laba, stock split, pengumuman yang berkaitan dengan pemerintah, dan lain-lain) investor dalam membeli produk di pasar modal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis.
Apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, seharusnya Indonesia memiliki potensi yang lebih besar dalam meningkatkan jumlah investor di pasar modal syariah. Padahal secara populasi, Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam jumlah investor Syariah, karena penduduk Indonesia sebagian besar adalah Muslim. Akan tetapi, pada kenyataannya jumlah investor Indonesia tergolong rendah yaitu 0,14%. (Milenial & Fernanda, 2020). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas pasar modal di Indonesia dibantu oleh Kementerian Keuangan dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dapat mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia sebagai salah satu alternatif investasi dengan penambahan produk investasi syariah sesuai dengan keinginan dan permintaan investor, karena investor memiliki kecenderungan investasi yang berbeda. Dengan begitu, perekonomian akan bertumbuh.
Pengetahuan pasar modal syariah bagi kaum milenial ini sangatlah penting untuk memperkuat keyakinan mereka dalam berinvestasi syariah. Kesadaran mengenai investasi di pasar modal Syariah akan berdampak positif bagi perkenomian Indonesia di sektor pasar modal. Hambatan dalam peningkatan pasar modal syariah diantaranya adalah kurangnya pemahaman atau literasi oleh para calon investor, dan masyarakat luas adalah tentang penilaian bahwa saham syariah mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap guncangan ekonomi. Keterbatasan dan minimnya modal masih menjadi faktor dominan penghambat investasi generasi milenial. Memang tidak mudah menyelesaikan masalah modal yang menjadi penghambat berinvestasi generasi milenial.