EKISPEDIA.COM – Wakaf tunai saat ini menjadi tantangan yang besar untuk dapat dioptimalkan potensinya. Meski mengalami kenaikan dari tahun ke tahun namun kenaikannya masih belum siginfikan sebagaimana yang diharapkan.
Mengapa potensi wakaf tunai yang sedemikian besar masih belum berhasil tergarap secara signifikan?
Setidaknya ada beberapa problem yang diidentifikasi sebagai tantangan besar. Problem tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh dimana satu dengan yang lainnya harus diselesaikan secara paralel.
Selain nadzir, faktor keagamaan (religiosity) atau bisa disebut juga sebagai pemahaman, pengamalan dan penghayatan akan Islam menjadi faktor yang sangat penting. Faktor keagamaan ini sangat erat kaitannya dengan kadar literasi wakaf (waqf literacy) dan sikap muslim (moslem attitude) tentang wakaf, terlebih wakaf tunai (Rahmania & Maulana, 2023; Masrizal., et.al, 2023).
Penguatan literasi wakaf tunai artinya juga diawali dengan penguatan pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam. Intensi seseorang untuk melakukan wakaf tunai juga dipengaruhi oleh norma subjektif. Norma subjektif seorang muslim selain karena lingkungan sosial sekitar, juga tidak bisa dilepaskan dari bagaimana dirinya memahami tentang Islam.
Disinilah pentingnya kolaborasi antara institusi dalam melakukan dakwah, edukasi, sosialisasi, dan literasi tentang wakaf. Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan seluruh institusi/stakeholder perwakafan, tidak cukup hanya berkolaborasi dengan institusi pendidikan, forum akademisi, jurnalis, organisasi ataupun komunitas.
BWI juga harus bisa menggandeng Dewan Masjid Indonesia (DMI) dengan cabangnya di seluruh kab/kota. Harapannya setiap pengurus masjid melalui kajian rutin maupun mimbar dakwahnya dapat melakukan literasi wakaf tunai. DMI kemudian bisa juga menggandeng remaja masjid dan komunitas hijrah (gerakan khas milenial), mengingat literasi wakaf di kalangan milenial juga masih perlu perhatian (Nour Aldeen., et.al, 2022). Sehingga pesan wakaf tunai dapat tersampaikan dengan baik ke semua kalangan, lintas generasi, massif dan berkelanjutan.
Antara kadar literasi wakaf, sikap muslim dan norma subjektif dengan aspek keislaman (religiosity) punya irisan hubungan dan pengaruh antar satu dengan lainnya (Adinugraha., et.al, 2023).
Hal ini artinya selain perlu pembenahan pada aspek teknis profesionalisme seperti manajamen, transparansi, akuntabilitas, kecakapan investasi, dan SDM (amanah, kejujuran), tetapi perlu juga pembenahan pada aspek literasi/pemahaman umat. Aspek-aspek tersebut saling menyokong dan memiliki signifikansi peningkatan kepercayaan (trustworthy) masyarakat.
Edukasi, literasi, dan sosialisasi wakaf yang dibarengi dengan dakwah Islam secara holistik adalah satu kesatuan. Wakaf adalah bagian dari ajaran Islam, artinya pemahaman wakaf adalah salah satu unsur yang menyatu dengan dakwah ajaran Islam itu sendiri.
Perlunya menyampaikan dakwah-dakwah wakaf tunai melalui mimbar masjid maupun majlis taklim.
Jika ekosistem regulasi dan manajemennya sudah baik namun literasi wakaf masih rendah maka kesadaran umat untuk tergerak wakaf tunai cenderung rendah pula.
Harapannya pemahaman dan pengamalan wakaf tunai di masyarakat akan lebih optimal jika prinsip Islam dalam membangun peradaban ekonomi juga tersampaikan dengan baik.
Wallahu a’lam