Perumahan The Vajra

20 Juta Hektar Hutan Dibuka, Antara Kepentingan Ekonomi dan Masa Depan Indonesia

Daftar Isi

Oleh: Fitria Nurma Sari, S.E., M.SEI
Dosen Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan

EKISPEDIA.COM - Pemerintah dalam hal ini Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berencana mengubah 20 juta hektar hutan menjadi lahan pangan guna mendukung program swasembada pangan Indonesia. 

Pemerintah menganggap langkah tersebut perlu diambil agar produksi pangan nasional meningkat dan mengurangi ketergantungan impor. Hal ini juga diharapkan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat dengan adanya proyek prestisius di beberapa wilayah Indonesia. 

Namun rencana ini juga bukan tanpa tantangan, banyak yang khawatir akan dampak ekologis maupun sosial dalam jangka panjang yang ditimbulkan akibat alih fungsi lahan secara masif ini.

Hutan Indonesia memiliki fungsi yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan alam di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, dianggap sebagai salah satu paru-paru dunia hutan Indonesia juga ikut serta dalam menjaga keseimbangan iklim bumi secara global. 

Hutan Indonesia juga menjadi habitat dari berbagai flora dan fauna endemik yang tidak ternilai. Manakala hutan dialihfungsikan menjadi lahan pangan, bumi tidak hanya terancam kehilangan keseimbangan namun juga ibarat membuka kotak pandora. 

Berbagai krisis ekosistem dan sosial akan muncul dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Banjir, erosi, longsor, kekeringan, hingga kenaikan suhu bumi menjadi dampak yang tidak dapat disepelekan.

Masih banyak juga masyarakat pedesaan yang hidup dengan mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Mereka tinggal, mencari makan dan menurunkan tradisi budaya mereka di dalam hutan. 

Rusaknya hutan akan menyebabkan konflik sosial yang selama ini sudah semakin meruncing karena bagaimanapun ini menyangkut kehidupan. Hilangnya hutan sama dengan menghilangkan sumber kehidupan mereka. Sedangkan mereka yang kehilangan hutan tidak mendapatkan keadilan atas apa yang dirampas dari mereka.

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto

Rencana alih fungsi hutan ini nyatanya juga tidak sejalan dengan janji Presiden Prabowo dalam KTT G20 Brazil untuk menjaga hutan Indonesia. Prabowo berjanji untuk ikut serta menjaga suhu iklim global. Bahkan dalam Asta Cita yang menjadi janji pemerintahan Prabowo-Gibran salah satu poinnya adalah “melindungi keanekaragaman hayati flora dan fauna berdasarkan kearifan lokal sebagai bagian dari aset bangsa”. Hal yang sulit jika tidak bisa dibilang mustahil untuk tetap melindungi keragaman hayati flora dan fauna namun membuka hutan seluas 20 juta hektar.

Dalam kesempatan terakhir pun Presiden Prabowo memberikan statemen kontroversial dengan menyamakan hutan dengan kebun sawit. Bertumpu pada premis bahwa sawit juga pohon dan sama-sama memiliki daun, Prabowo menganggap kebun sawit sama-sama menjaga lingkungan dengan menyerap karbondioksida. Namun sepertinya Prabowo tidak memahami bahwa ada perbedaan signifikan antara perkebunan sawit yang monokultur dengan hutan yang bersifat polikultur. 

Sawit sangat rakus akan air dan juga unsur hara dalam tanah. Tanaman monokultur yang dibudidayakan secara terus menerus dalam satu wilayah akan menurunkan kualitas tanah secara periodik. Berbeda dengan hutan yang terdiri berbagai flora fauna sehingga menciptakan keseimbangan alami. Tanaman sawit yang ditanam dengan penambahan pupuk kimia dan pestisida juga akan sangat berdampak pada kualitas tanah dan mencemari perairan.

Pemerintah berpandangan bahwa membuka hutan menjadi lahan pangan adalah satu-satunya solusi paling logis. Namun jika kita telaah lebih dalam, Pemerintah seharusnya membenahi tata kelola pertanian mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian hingga distribusi produk pertanian agar dapat lebih efektif dan efisien. 

Optimalisasi ini bukan menjauhkan opsi membuka hutan, namun juga dapat membantu petani yang sudah eksis agar mendapatkan keadilan atas apa yang mereka usahakan. Pemerintah bisa memberikan subsidi teknologi pertanian, memastikan pupuk berkualitas selalu tersedia di pasaran, jaminan penyerapan hasil panen hingga asuransi pertanian. Solusi ini memang tidak dapat dilakukan secara singkat namun proses ini akan memberikan dampak jangka panjang yang lebih baik.

Kebijakan yang diambil mendatang adalah ujian bagi komitmen pemerintah Indonesia terhadap janji pembangunan yang berkelanjutan. Apakah akan mengorbankan hutan demi kepentingan jangka pendek atau pemerintah akan lebih bijak dengan membenahi sistem pertanian yang sudah ada. 

Apakah pemerintah akan memilih kebijakan yang berpihak pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial? Kebijakan yang diambil akan sangat mempengaruhi masa depan Indonesia. Karena, Kehilangan 20 juta hektar bukan hanya tentang peralihan fungsi lahan namun juga hilangnya ekosistem yang terbangun jutaan tahun dan masa depan yang berkelanjutan bagi bangsa Indonesia.

Redaksi
Redaksi For any business inquiries, endorsement, collaboration, etc. Please send your email to: ekispediacom@gmail.com
Sejasa Net