Perumahan The Vajra

Food Estate: Antara Pertumbuhan Ekonomi atau Kebijakan Tirani

Daftar Isi

Oleh: Fitria Nurma Sari, S.E., M.SEI
Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan

EKISPEDIA.COM - Food Estate adalah program yang diinisiasi oleh mantan Presiden Joko Widodo dalam upaya meningkatkan jumlah produksi pangan nasional di tengah isu kelangkaan pangan di masa yang akan datang. 

Namun sejatinya food estate bukan konsep baru, pemerintah Orde Baru memulai program pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah untuk memproduksi beras. Namun pemerintah akhirnya menyerah karena tidak tercapainya target produksi akibat kondisi alam yang tidak sesuai untuk dijadikan pertanian skala besar.

Seolah tidak belajar dari keagagalan masa lalu, tahun 2020 Presiden Jokowi menggagas program serupa. Di beberapa wilayah seperti Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah pemerintah menyiapkan 1,7 juta hektar untuk dijadikan lahan pertanian.

Program ini memiliki banyak masalah dalam perjalanannya. Banyak Kawasan yang dijadikan area food estate adalah wilayah hutan lindung. Larangan itu itu diatur di dalam UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun karena adanya program ini peraturan tersebut dirubah.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) nomor 24 tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate menjadi pedoman untuk dibukanya Kawasan hutan secara besar-besaran. 

Kawasan hutan yang sebelumnya merupakan ekosistem alami dirusak secara permanen yang pada akhirnya memicu bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan mapun longsor. Perubahan peruntukan hutan juga memicu bencana sosial karena bagi sebagian masyarakat, hutan adalah tempat mata pencaharian dan juga tempat tinggal.

Kalimantan Tengah yang didominasi oleh tanah gambut bukan lahan ideal untuk pertanian sekala besar. Kondisi tanah yang asam menjadikan tanah kurang subur untuk ditanami. Pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp54 miliar untuk penanaman jagung di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. 

Anggaran tersebut diluar dana pembukaan lahan senilai Rp.1,5 triliun. Namun demikian pemerintah hanya dapat menghasilkan 25 ton jagung. Secara nyata bahwa food estate ini adalah proyek gagal dan menghamburkan dana APBN.

Tidak kunjung memberikan hasil positif, pemerintah bukannya mengevaluasi proyek tersebut malah berencana untuk mencetak lebih banyak sawah di Kalimantan Tengah. Pemerintah menarget ada 621.684 hektare hingga 2026. Pemerintah juga berencana membuka 2 juta hektare lahan di Merauke.

Pemerintah mengerahkan 500 unit alat berat semenjak Juli 2024 dan terus bertambah hingga 2.000 unit alat berat. Targetnya tahun 2027 Indonesia bisa swasembada beras dan setahun kemudian swasembada gula dan bioethanol.

Padahal di Merauke pun sudah pernah ada MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy State) seluas 1,2 juta hektare pada tahun 2010. Hasilnya seluruh investor baik lokal maupun internasional menyerah dan berakhir tanpa hasil. Pemerintah tidak memperhitungkan dengan rumitnya pengadaan alat dan mesin pertanian, kebutuhan pupuk yang membengkak karena kondisi tanah yang tidak subur hingga protes warga lokal karena tanahnya diserobot.

Program ini mendapatkan penolakan dari masyarakat adat yang merasa diabaikan haknya atas tanah tradisional. Mereka tidak dilibatkan dalam proyek ini. Bukan hanya tidak dilibatkan mereka bahkan tidak mendapatkan informasi adanya Program Strategis Nasional (PSN) di wilayah mereka. Tiba-tiba tanah mereka direbut atas nama kepentingan nasional. Masyarakat adat setempat berulang kali menyampaikan protes namun pemerintah seolah bergeming. 

Proses cetak sawah menyebabkan masyarakat kehilangan hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Bahkan proyek tersebut masuk ke dalam area yang disakralkan di kampungnya. Diperkirakan 50.000 penduduk asli akan terdampak tanpa ada solusi pasti dari pemerintah.

Sebagai dukungan, food estate di Merauke telah dimasukkan ke dalam Program Strategis Nasional (PSN). Atas dasar itu pemerintah turut menerjunkan TNI dalam rangka mengamankan program food estate di Merauke. Kehadiran TNI juga tentunya akan mengintimidasi warga karena militer identik dengan kekerasan bagi masyarakat Papua.

Pemerintah berdalih hanya TNI yang sanggup masuk ke dalam hutan untuk menjadi tenaga kerja. Namun Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat ada 115 kasus berkaitan dengan konflik agraria karena pendekatan PSN yang melibatkan personel keamanan. Masyarakat Papua seolah-olah digusur dari tempatnya secara paksa tanpa dilibatkan secara proporsional.

Food Estate, walaupun memiliki tujuan yang baik namun di lapangan menggambarkan adanya perencanaan dan pelaksanaan yang kurang komprehensif. Pemerintah seharusnya dapat melakukan perencanaan yang matang tanpa terburu-buru karena dana APBN yang digunakan sangat besar hingga ratusan triliun setiap tahun. 

Pemerintah perlu mempertimbangkan strategi lainnya seperti revitalisasi lahan pertanian yang sudah ada, mengoptimalkan produtivitas lahan kecil dan juga fokus dalam inovasi teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional bisa tercapai tanpa harus mengorbankan masyarakat kecil serta merusak lingkungan.

Pemerintah baru saat ini yang terlihat masih akan melanjutkan kebijakan food estate tampaknya belum belajar dari kegagalan program serupa di masa lalu, bahkan tetap melanjutkan program food estate di Merauke tanpa evaluasi mendalam. 

Meskipun program ini digadang-gadang untuk meningkatkan ketahanan pangan, fakta di lapangan menunjukkan dampak negatif yang signifikan, baik bagi lingkungan maupun masyarakat adat yang tanahnya dialihfungsikan tanpa persetujuan. Pengabaian terhadap protes masyarakat lokal, bahkan dengan melibatkan TNI untuk mengamankan lahan, menunjukkan bahwa pemerintah lebih mengutamakan pencapaian politik ketimbang kesejahteraan rakyat. 

Tanpa mempertimbangkan kerusakan hutan yang sulit dipulihkan, serta dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan kehidupan masyarakat adat, kebijakan ini tampak lebih seperti tirani atas nama pembangunan.

Redaksi
Redaksi For any business inquiries, endorsement, collaboration, etc. Please send your email to: ekispediacom@gmail.com
Sejasa Net