Menakar Prospek Perbankan Syariah 2025
Oleh: Hery Gunardi
Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo)
EKISPEDIA.COM - Sektor perbankan dan keuangan syariah di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dengan populasi mayoritas Muslim yang terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin dalam ekonomi syariah global.
Sektor perbankan syariah telah melalui tahun 2024 dengan baik, di tengah berbagai dinamika global dan domestik yang cukup menantang. Mulai dari meningkatnya tensi geopolitik dunia, fluktuasi di sektor bisnis dan keuangan, juga pergantian kepala pemerintahan baik di Indonesia maupun Amerika Serikat.
Hal itu terlihat dari aset perbankan syariah global yang melanjutkan tren pertumbuhannya pada 2024 lalu. Tercatat pada 2024, prospek aset perbankan syariah global mencapai 2.580 miliar dollar AS, atau naik 8,82 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Persentase kenaikan ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 5,47 persen yoy.
Demikian pula di tataran nasional, sektor perbankan syariah juga mampu bertumbuh dengan baik, baik dari sisi aset, penghimpunan dana pihak ketiga, penyaluran pembiayaan, maupun peningkatan layanan.
Pertumbuhan perbankan syariah yang solid dan resilien setidaknya tecermin dari capaian kinerja PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang menjadi pemimpin pangsa pasar di Indonesia.
Sejak didirikan melalui proses merger pada 1 Februari 2021, BSI terus tumbuh secara sehat dan berkualitas. BSI mencatatkan pertumbuhan aset dalam tiga tahun terakhir mencapai 48 persen sejak 2020 hingga Desember 2023.
Hingga kuartal III-2024, kinerja keuangan BSI tumbuh positif dari segi aset, pembiayaan, hingga dana pihak ketiga (DPK), semua terjaga pada level dobel digit di atas 15 persen.
Torehan BSI yang tumbuh impresif berkelanjutan tak terlepas dari strategi transformasi yang konsisten dan berkesinambungan, khususnya digitalisasi layanan perbankan syariah yang terus diperkuat dengan menghadirkan super apps BYOND.
Prospek 2025
Lalu, bagaimana prospek perbankan syariah pada 2025? Tahun ini diproyeksikan menjadi momentum positif bagi ekonomi syariah di Indonesia.
Dengan dukungan regulasi yang semakin baik, serta kesadaran masyarakat yang terus meningkat, inilah saatnya sektor perbankan syariah memanfaatkan momentum untuk meningkatkan kontribusinya pada perekonomian. Sektor ini juga diuntungkan dengan tren penurunan BI rate secara gradual yang mendukung peningkatan pembiayaan.
Proyeksi pertumbuhan pembiayaan syariah pada 2025 diperkirakan Rp 713 triliun, meningkat 12,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam menghadapi peluang ini, inovasi menjadi kata kunci.
Perbankan syariah harus terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat modern, baik melalui digitalisasi layanan maupun diversifikasi produk.
Dengan memaksimalkan keunggulan kompetitif yang dimiliki, sektor ini berpeluang menjadi motor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Menyambut momentum Tahun Baru 2025, mari kita melirik kembali sejumlah faktor utama yang mendukung optimisme akan prospek tersebut.
Pertama, pertumbuhan ekonomi syariah di dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi syariah tak hanya terlihat dari peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah, tetapi juga pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan berbasis syariah.
Di sisi lain, sektor keuangan syariah yang menjadi pelumas roda ekonomi syariah juga terus menunjukkan perkembangan positif. Data dari BSI Sharia Economic Outlook 2025 menunjukkan bahwa total aset keuangan syariah di Indonesia diproyeksikan tumbuh hingga Rp 3.430 triliun pada 2025, meningkat signifikan dari Rp 2.744 triliun pada 2024.
Pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi sektor halal, pasar modal syariah, dan pembiayaan berbasis syariah.
Kedua, ekosistem halal yang semakin kuat dan terintegrasi.
Ekosistem halal yang terintegrasi memberikan landasan yang kokoh bagi perkembangan ekonomi syariah. Proyeksi menunjukkan bahwa konsumsi produk halal di Indonesia dapat mencapai 196,39 miliar dollar AS pada 2025, dengan fokus utama pada makanan dan minuman halal, farmasi, serta kosmetik.
Bank syariah dapat berperan aktif sebagai fasilitator utama dalam mendukung pembiayaan dan pengembangan usaha di sektor-sektor industri tersebut sehingga berpotensi menjadi sumber pertumbuhan baru.
Ketiga, berbagai inovasi dan pengembangan layanan yang terus dilakukan oleh para penyedia jasa layanan keuangan syariah dalam merangkul masyarakat. Salah satunya dengan mengoptimalkan sektor haji dan umrah dengan memberikan layanan yang komprehensif bagi para jemaah dan calon jemaah.
Setiap tahunnya, jutaan umat Muslim Indonesia menunaikan ibadah haji dan umrah. Hal ini menciptakan peluang besar bagi perbankan syariah dalam menyediakan layanan tabungan haji, pembiayaan perjalanan, serta investasi yang terkait dengan fasilitas ibadah.
Pada 2025, optimisme ini didukung oleh stabilitas ekonomi domestik dengan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 5,1 persen-5,2 persen, yang berkontribusi pada daya beli masyarakat untuk keperluan ibadah. Dengan pengelolaan yang efisien, sektor ini dapat menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan bank syariah.
Sektor perbankan syariah pada tahun ini juga dapat mengoptimalkan peluang pengembangan layanan dengan lahirnya regulasi untuk mengembangkan usaha bullion (emas).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion, sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Ini berarti Indonesia memiliki potensi pengembangan ekosistem bisnis emas ke depannya melalui pengembangan bullion.
Emas telah lama menjadi instrumen investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, permintaan terhadap emas sebagai instrumen lindung nilai terus meningkat.
Perbankan syariah dapat memanfaatkan tren ini dengan menawarkan produk investasi berbasis emas yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penawaran ini dapat menarik lebih banyak investor yang mencari keamanan dan stabilitas finansial.
Selain itu, inovasi di bidang layanan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) yang merupakan aktivitas keuangan sosial dengan prinsip-prinsip Islami.
Untuk 2025, penerimaan ZIS masih akan meningkat secara nominal mencapai Rp 50 triliun dan masih didominasi oleh penghimpunan off balance sheet (tidak tercatat). Memang ada prospek pertumbuhannya menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Salah satunya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dalam negeri saat ini, di mana kelas menengah yang mayoritas menjadi muzaki semakin terimpit dan jumlahnya menurun sehingga memungkinkan adanya penurunan muzaki.
Namun, mengingat pengembangan ZIS juga berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, inovasi sektor perbankan syariah dalam memberikan pelayanan yang mudah dan tepercaya bagi masyarakat untuk menyalurkan ZIS-nya menjadi semakin penting.
Astacita dan Ekonomi Syariah
Konsep Astacita yang mengutamakan keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan relevan dengan prinsip dasar ekonomi syariah. Pemerintahan baru pada tahun ini juga mendukung ekonomi hijau dan biru, yang selaras dengan nilai-nilai Astacita.
Ekonomi syariah menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi, menjadikan peluang ekonomi nasional menjadi lebih besar.
Oleh karena itu, setiap pelaku ekonomi syariah, khususnya industri perbankan syariah, harus mampu mengarahkan perannya untuk mendukung pembangunan nasional.
Implementasi nilai-nilai ini dalam strategi bisnis dapat membantu memperkuat citra dan kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap ekonomi nasional.
Sementara peluangnya menjanjikan, tantangan masih tetap ada dan perlu diantisipasi.
Dari ranah global, kebijakan proteksionisme oleh negara-negara maju, seperti kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat, berpotensi memengaruhi perdagangan global, termasuk perdagangan sektor halal.
Selain itu, volatilitas harga komoditas energi juga dapat menekan pertumbuhan ekonomi, terutama di kawasan Timur Tengah sebagai mitra dagang utama.
Di dalam negeri, perlambatan konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor utama PDB diproyeksikan berlanjut pada 2025. Risiko pelemahan nilai tukar rupiah juga dapat meningkatkan biaya impor bahan baku, termasuk di sektor farmasi halal.
Tantangan lainnya ialah perlunya memperkuat modal inti dan inovasi produk untuk mendukung pertumbuhan industri perbankan syariah.
Kebutuhan akan peningkatan modal inti, konsolidasi, serta inovasi produk dan digitalisasi memiliki dampak positif dalam memperluas pasar serta menarik minat nasabah terhadap perbankan syariah.
Namun, dengan berbagai kebijakan mitigasi, seperti insentif likuiditas makroprudensial oleh Bank Indonesia dan fokus pemerintah pada pembangunan ekosistem halal sebagai energi pertumbuhan baru, dapat menjadi solusi strategis untuk menghadapi tantangan ini.
Kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi yang ada serta mengatasi tantangan yang menghadang guna meraih ruang pertumbuhan 2025.
Semoga.