EkisPedia.com – Derivative Contract adalah sebuah kontrak perjanjian yang keuntungannya terikat dengan kinerja dari sebuah “asset/komoditas”.
Aset yang dimaksud seperti hasil pertanian/perkebunan, kontrak kredit rumah, mata uang dan komoditas-komoditas lain.
Mata Uang Diperjualbelikan? Aneh tapi nyata!
Mata uang memang dianggap sebuah komoditas yang bisa diperjualbelikan. Tempatnya ada di pasar bursa berjangka, atau bias akita kenal dengan istilah Forex.
Dalam Derivative Contract, bentuknya merupakan sebuah perjanjian untuk menjual ataupun membeli komoditas yang menjadi underlying perjanjian di masa depan, misal 1 bulan, 3 bulan lagi dst.
Makanya keuntungan dari Derivative Contract ini terikat dengan bagaimana kinerja komoditas yang menjadi underlying dari kontrak tersebut dimasa depan. Hal ini yang membuat rawan spekulasi.
Padahal sebenarnya dalam ilmu perencanaan keuangan, Derivative Contract ini digunakan sebagai hedging (lindung nilai). Ini bisa membantu kalau misalkan kita punya kepentingan di bidang ekspor/impor atau usaha komoditas pertanian/perkebunan.
Kita tahu bahwasanya sector pertanian/perkebunan potensinya masih luas, tapi masih sedikit yang mau memanfaatkannya karena resiko yang ada disanapun cukup besar. Hal ini yang seharusnya bisa dibantu dengan adanya Derivative Contract.
Namun ternyata, 90% transaksi Derivative Contract dipasar bursa berjangka berisi spekulasi. Tentu ini dilarang dalam syariat Islam.
Tapi untungnya MUI telah mengeluarkan fatwanya yang mengatur kehalalan Derivatif Contract ini. Fatwanya berisi tentang aturan transaksi lindung nilai atas nilai tukar. Ada di Fatwa No. 96 Tahun 2015.
Dewan Syariah Nasional MUI ketika mengeluarkan fatwa pun sungguh hati-hati, jadi jangan ragu untuk mengikuti apa yang telah difatwakan oleh MUI.
Wallahu a’lam
Discussion about this post