Krisis Ekonomi 2023 dan Filantropi Islam: Apa yang Bisa Dilakukan Filantropi Islam? (bagian 2)

Krisis Ekonomi 2023 dan Filantropi Islam: Apa yang Bisa Dilakukan Filantropi Islam? (bagian 2)

EKISPEDIA.COM – Terjadinya stagflasi seperti yang diprediksikan Nouriel Roubini dalam artikelnya perlu disikapi dengan tepat. Meskipun kita telah berhasil menghadapi krisis beberapa kali, akan tetapi krisis yang diprediksi terjadi tahun depan memiliki karakteristik yang berbeda dari krisis sebelumnya. Salah satu faktor pembeda adalah kondisi fundamental, yaitu utang publik maupun swasta.

Krisis tahun 1970 terjadi stagflasi akan tetapi tingkat utang tergolong rendah. Sedangkan krisis tahun 2008 dilandasi oleh adanya krisis utang akan tetapi tingkat inflasi atau deflasi rendah. Berkaca pada dinamika yang terjadi saat ini, krisis yang akan datang diprediksikan sebagai kombinasi dari kedua krisis sebelumnya, yaitu terjadi stagflasi dengan krisis utang yang tinggi.

Kombinasi kedua hal tersebut menjadikan sebuah dilema bagi pemangku kebijakan untuk menormalisasikan keadaan. Memperkuat atau melonggarkan kebijakan moneter akan memiliki dampaknya masing-masing. Jika kebijakan yang diambil adalah dengan memperkuat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga, maka berpotensi adanya gagal bayar pada sektor rumah tangga, perusahaan, pemerintah, bahkan dapat mengarah pada kebangkrutan.

Jika kebijakan moneter dilonggarkan, maka akan meningkatkan rasio utang baik publik maupun swasta. Pelonggaran kebijakan moneter tidak bisa serta merta dilakukan karena The Fed masih berpotensi menaikkan suku bunganya. Bahkan kebijakan tersebut baru akan dilonggarkan pada tahun 2024. Meskipun pelonggaran kebijakan moneter pernah dilakukan untuk menghadapi krisis akibat pandemi, hal ini belum tentu bisa diterapkan untuk menghadapi krisis yang akan datang.

Lalu, Peran Apa yang Bisa Diambil Lembaga Filantropi Islam?

Terdapat dua poin kemungkinan terburuk jika krisis tahun depan benar-benar terjadi, yaitu PHK besar-besaran dan tingkat suku bunga yang tinggi. Kedua hal tersebut bisa dijadikan pertimbangan bagi lembaga filantropi Islam dalam mengambil perannya.

Berdasarkan krisis yang terjadi sebelumnya, terdapat sektor yang mampu bertahan bahkan menjadi sektor penyelamat perekonomian negara yaitu sektor UMKM. Sektor ini mampu menjadi penopang perekonomian Indonesia dalam menghadapi krisis tahun 1998 dan 2008. Meskipun hal ini tidak terjadi pada krisis tahun 2020 akibat pandemi, bahkan menjadi salah satu sektor yang paling awal mengalami penurunan drastis. Akan tetapi pada masa pemulihan, sektor ini menjadi pilihan bagi masyarakat untuk bangkit memperbaiki perekonomian.

Bahkan pemerintah memberikan kebijakan khusus dalam menghadapi masa pemulihan akibat pandemi seperti pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga dan bantuan khusus yang ditujukan untuk UMKM. Hal ini menunjukkan bahwa sektor UMKM penting dalam perekonomian negara, khususnya dalam menjaga daya beli masyarakat.

Salah satu faktor pendorong kebertahanan UMKM dalam menghadapi krisis adalah minimnya peran pihak-pihak yang terafiliasi secara global. Kegiatan yang dilakukan biasanya dekat dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Selain itu, sumber daya yang digunakan umumnya bersifat lokal baik sumber daya manusia, atau tenaga kerja, sumber daya alam atau bahan baku, sumber daya modal serta teknologi yang digunakan. Minimnya aktivitas yang melibatkan sektor global inilah yang menjadikan UMKM mampu bertahan dalam krisis.

Melihat potensi tersebut, maka lembaga filantropi dapat mengambil peran dengan memperkuat sektor UMKM. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan merubah pola atau meningkatkan porsi penyaluran dalam bentuk pemberdayaan ekonomi. Salah satu penelitian yang mendorong penyaluran dalam bentuk pemberdayaan ekonomi adalah Ansari (2011). Penyaluran dalam bentuk pemberdayaan ekonomi bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berkelanjutan. Menciptakan masyarakat yang berkelanjutan penting dilakukan agar tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

Mengutip konsep pembangunan berkelanjutan dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan agar hasil pembangunan dapat dinikmati generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Hal ini dapat dicapai dengan masyarakat yang berkelanjutan baik secara sosial, ekonomi, pendidikan, maupun budaya.

Untuk mencapai hal tersebut, ada dua hal yang bisa dilakukan yaitu melalui peningkatan aktivitas produktif masyarakat dan membuka kesempatan yang adil bagi semua pihak.

Melalui program pemberdayaan ekonomi, maka kesempatan untuk meningkatkan kedua hal tersebut akan semakin terbuka. Terlebih lagi, konsep pembangunan berkelanjutan hanya dapat dicapai jika perkembangan demografis sejalan dengan potensi produktif di masyarakat.

Indonesia diperkirakan akan mengalami surplus demografi pada tahun 2030. Dengan banyaknya usia produktif pada tahun tersebut, maka aktivitas produktif harus dimaksimalkan agar potensi yang ada mampu memberikan efek positif pada pembangunan negara.

Melihat konsep pembangunan berkelanjutan dan potensi yang ada, maka lembaga filantropi Islam diharapkan terus mendorong penyaluran program dalam bentuk pemberdayaan ekonomi.

Keterlibatan aktif lembaga filantropi Islam dalam memberdayakan ekonomi masyarakat didorong oleh dua hal, pertama, lembaga filantropi Islam khususnya zakat memiliki konsep nisab, haul, dan golongan penerima. Melalui konsep tersebut, diharapkan penerima manfaat program pemberdayaan ekonomi tepat sasaran. Kedua, program pemberdayaan ekonomi memiliki karakteristik khusus yaitu adanya kontrol yang kuat melalui pembinaan dan pelatihan. Melalui kedua hal tersebut diharapkan program yang dijalankan dapat mencapai tujuannya (Karsidi, 2007).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa program pemberdayaan ekonomi memiliki manfaat lebih daripada program konsumtif. Program pemberdayaan ekonomi lebih mampu mengurangi kemiskinan (Ali et al., 2016); mengubah pendapatan, (Siswi., 2016); dan menurunkan indeks kemiskinan spiritual (Pratama & Beik, 2015). Beberapa hal tersebut merupakan manfaat adanya pendampingan dan pelatihan pada program pemberdayaan ekonomi.

Melalui program pemberdayaan ekonomi, keterlibatan lembaga perbankan dalam memenuhi pemodalan khususnya masyarakat miskin dapat dihindarkan. Jika melihat perkembangan yang ada, lembaga perbankan rentan terdampak krisis. Terlebih lagi jika tingkat suku bunga terus mengikuti perkembangan global, maka akan menimbulkan risiko yang besar jika masyarakat menggunakan lembaga perbankan dalam memenuhi kebutuhan modalnya.

Kedepan, keterbatasan akses ke lembaga perbankan khususnya masyarakat miskin akan semakin terbuka. Masyarakat miskin akan semakin tidak mampu menjangkau lembaga keuangan. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi ketimpangan pendapatan yang berkepanjangan. Maka dari itu, dengan berbagai pertimbangan, potensi dan dinamika ke depan, maka kehadiran program pemberdayaan dari lembaga filantropi Islam sangat diharapkan khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah.

 

Referensi:

  • Ali, K. M., Amalia, N. N., & Ayyubi, S. El. (2016). Perbandingan Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mustahik. Jurnal Al-Muzara’ah, 4(1), 19–32.
  • Ansari, A. H. (2011). Distributive justice in islam: An expository study of zakah for achieving a sustainable society. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 5(8), 383–393.
  • Belajar dari Pengalaman Menghadapi Krisis Ekonomi Dunia
    https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/belajar-dari-pengalaman-menghadapi-krisis-ekonomi-dunia
  • Karsidi, R. (2007). Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil dan Mikro (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta Jawa Tengah). Jurnal Penyuluhan, 3(2).
    https://doi.org/10.25015/penyuluhan.v3i2.2161
  • Nouriel Roubini: “We’re Heading for a Stagflationary Crisis Unlike Anything We’ve Ever Seen”.
    https://time.com/6221771/stagflation-crisis-debt-nouriel-roubini/
  • Our Common Future, Chapter 2: Towards Sustainable Development
    http://www.un-documents.net/ocf-02.htm
  • Pratama, C., & Beik, I. S. (2015). Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Mengurangi Kemiskinan Berdasarkan Cibest Model (Studi Kasus : Pt Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa) [Institut Pertanian Bogor].
    http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80582
  • Siswi., N. (2016). Analisis peran Lembaga Amil Zakat untuk menanggulangi kemiskinan di Kota Malang (studi pada Yayasan Dana Sosial Al-Falah). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, 4(2).
    https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/2820

BACAAN LAINNYA: