• Berita Ekonomi Syariah
  • Berita Langkat
    • Lowongan Kerja
    • Finance Today
  • Undangan Pernikahan
    • Jadi Reseller
    • Blog Pernikahan
  • Islamic Economics
Saturday, April 1, 2023
Ekispedia
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES
No Result
View All Result
Ekispedia
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES
No Result
View All Result
Ekispedia
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Fikih
ustaz-oni-sahroni

Kriteria Pemberlakuan Pajak Menurut Fikih

Bagaimana aturan main pemberlakuan pajak menurut fikih?

Redaksi by Redaksi
16/03/2023
in Fikih, Konsultasi Fikih
A A

Assalamu’alaikum wr. wb.

Akhir-akhir ini marak pembicaraan di media sosial seputar pajak yang diberlakukan oleh pemerintah dan penerapannya di masyarakat. Saya ingin tahu sebenarnya apakah otoritas itu boleh memberlakukan pajak kepada warga negaranya dan seperti apa aturan mainnya menurut fikih. Mohon penjelasan Ustaz. — Rahmat, Depok

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Walaupun –menurut fikih– otoritas dapat memberlakukan pajak kepada masyarakat, tetapi hal itu dilakukan dengan alasan kebutuhan mendesak atau darurat.

Darurat tersebut diwujudkan dengan: regulasi perpajakan yang adil dan tata kelola perpajakan beserta pengawasannya yang transparan merujuk asas/dasar takaful ijtima’i (sebagaimana diberlakukan zakat) dan kewajiban otoritas untuk memudahkan dan memenuhi hajat masyarakat.

Lebih jelasnya, bisa diuraikan dalam poin-poin berikut.

Pertama, walaupun –menurut fikih– otoritas dapat memberlakukan pajak kepada masyarakat, tetapi hal itu dilakukan karena alasan/kebutuhan/darurat dengan memenuhi kriteria dan prasyaratnya (dhawabith-nya).

Hal ini didasarkan pada –bukan– karena terbatas pada kriteria yang dijelaskan dalam fikih, tetapi juga karena pemberlakuan pajak ini berpotensi akan memperberat atau menyusahkan masyarakat; sesuatu yang bertolak belakang dengan kewajiban otoritas untuk memudahkan masyarakat.

Di samping itu, pemberlakuan pajak ini jika tidak dirumuskan dalam regulasi yang adil dan tidak diawasi, maka berpotensi terhadap penyimpangan.

Kedua, term and condition atau prasyarat pemberlakuan pajak. Darurat (sebagaimana dalam poin pertama di atas) itu diwujudkan dalam ketentuan dan prasyarat berikut:

(1) Regulasi perpajakan yang adil, proporsional serta tidak menzalimi masyarakat dan otoritas. Aturan tersebut mengatur hal-hal berikut, di antaranya, siapa saja yang wajib pajak? Apa saja aset yang menjadi objek wajib dan berapa besarannya, peruntukan bagi siapa. Poin-poin tersebut harus mencerminkan nilai keadilan, kewajaran, dan memudahkan semaksimal mungkin.

(2) Tata kelola perpajakan beserta pengawasannya. Tata kelola pajak dan pengawasannya yang baik, seperti transparansi serta pengelola pajak dan pihak terkait yang melaksanakan amanah atau kepercayaan dengan perilaku muru’ah dan iffah.

Maksudnya, otoritas pajak menjadi salah satu cermin dan kanal sumber kepercayaan atau trust masyarakat dengan hadir dan tampil sederhana sesuai dengan asas kepatutan. Dan sebaliknya, tidak tampil dengan performa berlebihan dan glamor karena itu membuka potensi dugaan yang tidak baik dari publik dan mengurangi reputasi.

(3) Asas pemberlakuan.

  • Kaidah dasar atau prinsip umum bahwa otoritas memenuhi setiap hajat mendasar masyarakat. Jika tidak bisa ditunaikan dengan ideal, maka semaksimal mungkin meringankan kesulitan masyarakat agar dapat memenuhi hajat mereka.

    Sebaliknya, membebani masyarakat dan menambah kesulitan tidak hanya bertentangan dengan nash, tetapi juga bertentangan dengan janji dan amanah yang diberikan rakyat kepada otoritas.

    Sebagaimana kaidah ushul: Tasharruf al-imam ‘ala ra’iyyah manuthun bil maslahah (Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus mengikuti kepada kemaslahatan masyarakat). [Al-Suyuti, al-Ashbah wa al-Naẓa’ir, h.121].

    Tugas otoritas itu semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan memudahkan mereka sebagaimana mandat atau amanah yang diterima otoritas dari masyarakat yang memilih mereka.

  • Takaful ijtima’i. Jika merujuk pada pemberlakuan instrumen di atas, maka tujuan utamanya adalah seperti halnya target zakat. Model zakat harusnya menjadi rujukan pemberlakuan pajak.

    Di dalam zakat, para hartawan berbagi sebagian asetnya yang menjadi wajib zakatnya agar dinikmati oleh para dhuafa sehingga tidak ada kesenjangan sosial seluruh elemen masyarakat, baik dhuafa ataupun hartawan sehingga merasakan satu tubuh karena saling membantu dan menjamin.

    Jika saat ini pajak dengan beragam jenisnya diberlakukan, maka target model zakat tersebut yang harus diberlakukan agar memudahkan, membantu, dan menyejahterakan masyarakat.

    Asas ini (takaful ijtima’i) yang harus menjadi dasar pemberlakuan pajak agar tumbuh kesetiakawanan dan persaudaraan (saling menanggung atau saling membantu), kelompok masyarakat dhuafa menjadi terbantu kebutuhannya, kelompok hartawan ikut berkontribusi dengan besaran yang wajar dan proporsional.

  • Walaupun pajak dan zakat itu dipastikan berbeda; sesuatu yang maklum dan axiomatic. Tetapi ruh atau asas takaful ijtima’i yang menjadi dasar zakat itulah yang seharusnya menjadi target atau dasar dari pemberlakuan pajak.

(4) Kaidah dan kewajiban bahwa maslahat warga negara dan kepentingan masyarakat itu menjadi prasyarat mendasar yang harus dipenuhi dalam pemberlakuan pajak sebagaimana referensi dan alasan berikut.

  • Sirah Rasulullah SAW dan sahabat. Pada masa Rasulullah SAW, sejenis pajak itu pernah diberlakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu jizyah. Jizyah adalah kewajiban pajak yang harus ditunaikan setiap tahun oleh setiap warga negara non-Muslim (laki-laki dan baligh) sebagai kompensasi atas hak-hak kewarganegaraannya dengan besaran atau nominal wajar, lazim, dan adil sesuai dengan kebijakan otoritas yang peruntukannya sama dengan peruntukan al-fai’ (ghanimah yang diperoleh tanpa peperangan). Sedangkan khumus, sejenis pajak yang diberlakukan terhadap produk hasil bumi.

    Begitu pula pada masa sahabat. Umar al-Faruq pernah memberlakukan dan mewajibkan sejenis pajak kepada non-Muslim, yaitu kharaj seperti pajak atas bumi dan bangunan. Bedanya, kharaj hanya diberlakukan setiap tahun sekali terhadap non-Muslim dan disalurkan seperti peruntukan al-fai’.

    Sedangkan ‘usyur itu –seperti– pajak yang dibebankan kepada para pedagang non-Muslim yang masuk ke negara Islam.

    Keempat jenis pajak tersebut diberlakukan kepada masyarakat saat itu dengan adil dan tata kelola yang transparan karena menghadirkan takaful ijtima’i (jaminan sosial) di antara sesama anggota masyarakat.

  • Sebagaimana pandangan mayoritas ahli fikih kontemporer membolehkan negara memberlakukan kewajiban pajak terhadap warga negaranya dengan ketentuan ada kebutuhan yang riil dan nyata, tidak ada sumber dana atau surplus dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dengan besaran nominal pajak yang adil, wajar, dan tidak membebani serta disalurkan untuk kebutuhan masyarakat atau warga negara.

    Kriteria ini sebagaimana ditegaskan oleh lembaga dan ahli fikih kontemporer. Di antaranya Lembaga Fatwa Negara Mesir, al-Lajnah ad-Daimah Saudi Arabia No 9/285, dan putusan Muktamar ke-2 Lembaga Riset Islam al-Azhar pada Mei 1965, Syeikh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq saat menjadi Mufti Mesir (dalam fatwanya No 18/1980), Syeikh Abdul Lathif Hamzah Mufti Mesir, dan para Mufti Mesir pada umumnya, Syeikh ‘Athiyah Saqr dan Syeikh al-Qardhawi.

Wallahu a’lam

Source: Republika
Tags: Fikih KehidupanFikih KontemporerPajakUstadz Oni Sahroni
Share3Tweet2Share
Ikuti Kabar Terbaru Lain di Google News
Redaksi

Redaksi

Informasi dan kerjasama bisa dikirim via e-mail: [email protected]

Bacaan Lainnya

ustad oni

Pembiayaan Resepsi Pernikahan

23/03/2023
ustad oni

Pajak Masa Rasulullah SAW, Adakah?

10/03/2023
Menjadi Advokat, Siapa Saja yang Bisa Jadi Klien?

Menjadi Advokat, Siapa Saja yang Bisa Jadi Klien?

01/02/2023 - Updated on 22/02/2023
ustad oni

Bagaimana Ketentuan Syariah Menjadi Affiliate Marketer?

23/01/2023
ustaz-oni-sahroni

Mengajukan Pembiayaan, Harus Disetujui Suami atau Istri?

12/01/2023
Mendapatkan Uang dari YouTube Shorts, Bagaimana Hukumnya?

Mendapatkan Uang dari YouTube Shorts, Bagaimana Hukumnya?

04/01/2023
Next Post
ustad oni

Pembiayaan Resepsi Pernikahan

Ekispedia.com

© 2019-2023 | Ekispedia.com

Informasi

  • Tentang
  • Kirim Artikel
  • Copyright
  • Donasi Media

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES

© 2019-2023 | Ekispedia.com