• Berita Ekonomi Syariah
  • Berita Langkat
    • Lowongan Kerja
    • Finance Today
  • Undangan Pernikahan
    • Jadi Reseller
    • Blog Pernikahan
  • Islamic Economics
Saturday, April 1, 2023
Ekispedia
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES
No Result
View All Result
Ekispedia
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES
No Result
View All Result
Ekispedia
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Artikel
ustad oni

Modal di Perusahaan Berupa Reputasi

Redaksi by Redaksi
17/10/2022
in Artikel, Fikih, Konsultasi Fikih
A A

Assalamualaikum wr. wb

Saya pernah mendengar bahwa modal itu boleh berbentuk reputasi dan nama besar. Kalau tidak salah, namanya syarikatu al-wujuh. Mohon penjelasan Ustaz, seperti apa syarikatu al-wujuh itu? Boleh atau tidak? Bagaimana penjelasannya dalam fikih? — Darmanto, Kendal

Waalaikumussalam wr.wb

Pertama, pada umumnya modal dipahami hanya berbentuk dana tunai dan skill. Akan tetapi, sesungguhnya mereka yang memiki reputasi baik itu dapat menjadi pemilik saham karena reputasi baik tersebut walaupun tidak menyetorkan modal uang atau barang. Dalam syirkah, jenis modal reputasi tersebut dikategorikan sebagai syirkah wujuh.

Kedua, apa itu syirkah wujuh? Dalam bahasa Arab, mereka yang memiliki reputasi dan nama baik itu adalah pemilik wijahah dan wujuh. Al-Wijahah itu bermakna jabatan dan reputasi (al-qadru wa rutbah). Jadi, mereka yang memiliki reputasi dan nama baik itu dinamakan dengan wajih.

Sebagaimana firman Allah SWT yang menyebutkan kata tersebut, “Dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah” (QS al-Ahzab: 69).

Selanjutnya, para ahli fikih berbeda-beda menjelaskan apa itu syirkah wujuh. Rasyad Khalil menyimpulkan, syirkah wujuh adalah usaha yang dilakukan dua pihak atau lebih yang tidak memiliki dana atau keahlian, tetapi perusahaan bisa membeli komoditas karena reputasi baik pemodalnya untuk dijualnya hingga mendapatkan keuntungan dan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan.

Ketiga, para ulama fikih berbeda pendapat apakah usaha dengan modal reputasi dan nama besar ini dibolehkan atau tidak. Ada dua pendapat fikih, yakni (1) Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa usaha dengan modal tersebut dibolehkan. (2) Sedangkan, Mazhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa usaha dengan modal tersebut tidak dibolehkan dan jika terjadi, syirkah-nya menjadi batal.

Mazhab Hanafi dan Hambali yang membolehkan tersebut berdalil bahwa:

  1. Usaha atau syirkah tersebut mencakup unsur kuasa (wakalah) para pihak kepada pihak lain untuk melakukan transaksi jual beli. Selain itu, pada saat yang sama mencakup garansi (kafalah) dengan harga. Keduanya dibolehkan, karena sesuatu yang mencakup hal yang boleh menurut fikih itu dibolehkan.
  2. Usaha dengan modal reputasi tersebut bagian dari kerja, sebagaimana mudharabah juga boleh dengan modal berupa kerja.
  3. Masyarakat—sejak lama dari masa ke masa—sudah melakukan jenis syirkah ini tanpa ada penolakan dan menjadi konsensus akan kebolehannya.
  4. Pendapat ini mendukung partisipasi mereka yang tidak memiliki harta, waktu, dan skill, tapi mereka memiliki reputasi yang baik di masyarakat dan pasar.

Dengan pandangan ini, mereka bisa ikut berpartisipasi menjadi pemodal dan memiliki saham perusahaan. Atas reputasinya, perusahaan bisa melakukan transaksi tertentu karena kepercayaan publik kepadanya (asy-Syarikat fi al-Fiqh al-Islami, Rasyad Khalil, 140).

Sebagaimana Fatwa DSN Nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Syirkah, “Modal usaha syirkah boleh dalam bentuk harta, keahlian/keterampilan, dan reputasi usaha/nama baik (syirkah wujuh).”

Keempat, berdasarkan penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa secara prinsip usaha bersama dengan modal berbentuk kepercayaan publik, reputasi, dan nama besar tersebut itu dibolehkan. Oleh karena itu, karena alasan reputasi dan kepercayaan publik kepada si A misalnya, si A boleh memiliki saham di sebuah perusahaan dengan modal reputasi tersebut.

Akan tetapi, karena penjelasan ini masih umum, perlu ada tuntunan teknis dari regulator agar proporsional, adil, dan tidak menzalimi pihak lain.

Sebagaimana Fatwa DSN Nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Syirkah, “Dalam syirkah wujuh wajib dicantumkan komitmen para syarik untuk menanggung risiko/kerugian dalam porsi yang sama atau porsi yang berbeda dengan nisbah bagi hasil yang berbentuk nisbah kesepakatan.”

Wallahu a’lam.

Tags: Fikih KehidupanSyirkah WujuhUstadz Oni Sahroni
Share3Tweet2Share
Ikuti Kabar Terbaru Lain di Google News
Redaksi

Redaksi

Informasi dan kerjasama bisa dikirim via e-mail: [email protected]

Bacaan Lainnya

ustad oni

Pembiayaan Resepsi Pernikahan

23/03/2023
ustaz-oni-sahroni

Kriteria Pemberlakuan Pajak Menurut Fikih

16/03/2023
ustad oni

Pajak Masa Rasulullah SAW, Adakah?

10/03/2023
Menjadi Advokat, Siapa Saja yang Bisa Jadi Klien?

Menjadi Advokat, Siapa Saja yang Bisa Jadi Klien?

01/02/2023 - Updated on 22/02/2023
ustad oni

Bagaimana Ketentuan Syariah Menjadi Affiliate Marketer?

23/01/2023
ustaz-oni-sahroni

Mengajukan Pembiayaan, Harus Disetujui Suami atau Istri?

12/01/2023
Next Post
balance

Negara, Ekonomi Islam, dan Kebebasan dari Kelaparan

Ekispedia.com

© 2019-2023 | Ekispedia.com

Informasi

  • Tentang
  • Kirim Artikel
  • Copyright
  • Donasi Media

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • ARTIKEL
  • OPINI
  • FIKIH
  • TOKOH
  • POLITIK
  • TEORI
  • TIPS
  • QUOTES

© 2019-2023 | Ekispedia.com