EkisPedia.com – Beredar kabar beberapa hari yang lalu pemerintah melalui BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) telah mensubsidi jamaah haji sebesar Rp 41 juta per orang.
Sumber dana yang disebut subsidi ini berasal dari dana milik jemaah haji yang dititipkan kepada BPKH untuk dikelola. Nilainya mencapai triliunan rupiah, sehingga menghasilkan nilai manfaat.
Oleh karenanya, nilai manfaat inilah yang digunakan pemerintah untuk menanggulangi biaya riil penyelenggaraan ibadah haji dengan sebutan Subsidi.
Lalu, Apakah Tepat Penggunaan Istilah Subsidi Tersebut?
Sebelum membahas istilah subsidi yang digunakan pemerintah, mari kita bahas terlebih dahulu terkait BPKH.
BPKH merupakan lembaga negara yang resmi beroperasi pada 26 Juli 2017. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
Sebelumnya dana haji dikelola oleh Kementerian Agama, sejak saat itu BPKH telah merilis 3 (tiga) Annual Report (AR), yaitu tahun 2018, 2019, dan 2020.
Pada struktur organisasi BPKH juga terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) sehingga harapannya kegiatan BPKH diawasi sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam AR disebutkan bahwa pada tahun 2020 saldo dana haji berjumlah Rp 124,32 Triliun dan pendapatan nilai manfaat dari pengelolaan dana haji tahun 2019 sebesar Rp 7,37 Triliun.
BPKH dalam tugasnya tidak hanya mengelola dana haji untuk kepentingan jemaah haji saja, namun juga menjalankan program kemaslahatan sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU No. 34 Tahun 2014.
Lalu Darimana Dananya?
Dananya berasal dari DAU (Dana Abadi Umat) yang sebelumnya disebut Dana ONH (Ongkos Naik Haji).
DAU ini merupakan dana yang dikumpulkan pemerintah dan diperoleh dari hasil efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji dan sumber lainnya (ketentuan UU yang berlaku).
Adapun bentuk laporan keuangannya sendiri seperti laporan keuangan pada umumnya, tidak disampaikan secara mendetail. Namun, pada Annual Report disebutkan bahwa dana haji ditempatkan di perbankan syariah dan investasi syariah, seperti SDHI (Sukuk Dana Haji Indonesia), SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional), Sukuk Korporasi, Reksadana Pasar Uang Syariah, Reksadana Terproteksi Syariah dan Saham.
![]() |
AR 2018 |
Seperti yang telah disebutkan di awal, pemerintah telah menggunakan istilah Subsidi. Penggunaan istilah ini juga tercantum dalam AR BPKH 2018 seperti pada gambar di atas.
Subsidi yang dimaksud adalah pertambahan nilai manfaat dari kelolaan dana haji, bukan subsidi dari dana lainnya pemerintah. Sehingga, kurang tepat jika pemerintah menggunakan istilah Subsidi. Namun, dikarenakan BPKH merupakan lembaga pemerintah, maka dipakailah istilah subsidi.
Tidak hanya itu, terlihat dari laporan keuangannya, bahwa terdapat juga pajak yang dibebankan kepada dana haji tersebut.
Secara bahasa memang betul bahwa pemerintah telah berjasa dalam mengelola keuangan haji. Namun kembali lagi bahwa dana yang dikelola bukanlah milik pemerintah. Akan tetapi titipan dari para jemaah haji yang sedang menunggu antrian keberangkatan.
Selanjutnya, penggunaan kata Subsidi sendiri bisa memunculkan kontroversi bagi agama lain. Bisa saja muncul kalimat “Kenapa hanya Islam saja yang diberikan subsidi?” Sementara Subsidi yang dimaksud adalah seperti penjelasan di atas. Hal ini tentunya bisa memicu terjadinya perpecahan yang justru bertentangan dengan sila ketiga Indonesia.
Oleh sebab itu, akan lebih baik jika pemerintah menggunakan istilah bahasa yang lebih tepat untuk menciptakan kemaslahatan bersama.
Wallahu a’lam
Sumber:
- Annual Report BPKH 2018
https://bpkh.go.id/annual-report-bpkh-2018/ - Annual Report BPKH 2020
https://bpkh.go.id/annual-report-bpkh-2020/ - BPKH: Subsidi Biaya Ibadah Haji Rp 41 Juta per Orang
https://travel.detik.com/travel-news/d-6050076/bpkh-subsidi-biaya-ibadah-haji-rp-41-juta-per-orang
——–
Discussion about this post