Ukhuwah sebagai Pemenuhan Kewajiban Sosial dalam Bisnis Ekonomi Islam

Ukhuwah sebagai Pemenuhan Kewajiban Sosial dalam Bisnis Ekonomi Islam
Foto: Ekispedia

EKISPEDIA.COM – Ukhuwah memiliki arti sebuah prinsip persaudaraan dalam interaksi sosial. Dilain sisi, ukhuwah juga memiliki peran penting dalam ekonomi Islam.

Seperti yang kita tahu, secara umum bisnis dapat dikatakan sebagai aktivitas mengambil keuntungan dari barang atau jasa yang kita tawarkan. Terkhusus pada bisnis yang dilakukan oleh umat muslim harus sesuai dengan kaidah-kaidah ekonomi Islam. Baik dalam ekonomi Islam ataupun dalam ekonomi konvensional para pebisnis memiliki satu kewajiban, yaitu sebuah kewajiban sosial dalam pelaksanaan bisnisnya. Kewajiban sosial ini merupakan kewajiban si pemilik bisnis dengan para pembelinya, karyawan, dan orang-orang dalam lingkup bisnis tersebut.

Disinilah peran ukhuwah pada ekonomi Islam, dimana dengan penerapan ukhuwah di pelaksanaan bisnis umat muslim maka kewajiban sosial tersebut telah terpenuhi dan kebermanfaatan dari bisnis yang kita jalankan akan dirasakan juga oleh orang sekitar. Seperti itu lah perinsip ekonomi Islam yang sebenarnya.

Lalu, bagaimana penerapan ukhuwah dalam bisnis ekonomi Islam?

Berikut penerapan ukhuwah dalam bisnis ekonomi Islam:

1. Keridhaan

Keridhaan ini harus datang dari kedua buah pihak, yaitu pihak pembeli juga pihak penjual. Si penjual tidak boleh menjual barang dagangannya dengan harga yang terlalu tinggi begitupun dengan si pembeli, si pembeli tidak boleh menawar harga dengan terlalu rendah. Dalam hal ini sebenarnya bisa diniatkan untuk hal tolong-menolong dengan si penjual berniat menjual dagangannya untuk menolong seseorang yang membutuhkan produk yang dia jual dan si pembeli berniat untuk menolong si penjual yang sedang mencari nafkah. Dengan niat tersebut maka penjual dan pembeli sudah memiliki batasan untuk tidak memberikan harga terlalu mahal dan tidak menawar harga terlalu rendah.

Lalu apabila si penjual dan si pembeli sepakat atas jual belinya maka Allah SWT akan memberkahi jual beli tersebut. Sehingga dari kedua belah pihak mendapatkan keberkahan yaitu dengan pembeli yang mendapatkan barang yang diinginkan dan penjual yang bisa mendapatkan bayaran atas produk yang telah dijual.

2. Tidak Curang

Segala bentuk kecurangan dalam jual beli sangat dilarang pada sistem ekonomi Islam. Kecurangan-kecurangan tersebut bisa berbentuk dalam berbagai hal, seperti terlalu melebih-lebihkan kualitas barang, memanipulasi harganya, dan lain sebagainya sangat amat dilarang keras pada berbisnis. Sehingga, orang-orang yang hanya berorientasi pada keuntungan sangat riskan untuk melakukan kecurangan tersebut guna memenuhi hasratnya agar bisnis yang dia lakukan mendulang laba secara maksimal.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Rasuallah SAW, bersabda:

“Celakalah hamba dinar, dirham, beludru dan kain bergambar. Jika dia diberi dia ridha, jika tidak diberi dia tidak ridha.” [HR. Tirmidzi, no. 2336; Ahmad 4/160; Ibnu Hibbân no. 3223; al-Hâkim 4/318; al-Qudhai dalam Asy-Syihâb no. 1022; dishahihkan oleh syaikh Salîm al-Hilâli dalam Silsilah al-Manahi asy-Syar’iyyah, 4/194].

Dari hadis tersebut memiliki arti bahwa orang-orang yang memiliki orientasi hanya pada keuntungan semata maka mereka akan celaka. Sehingga perlulah disini kita sebagai umat muslim untuk bisa memperbaiki niat kita dalam berbisnis. Kita niatkan dalam usaha yang kita lakukan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan tidak hanya mengejar duniawi saja.

3. Sedekah

Seseorang yang diberikan tanggung jawab lebih akan harta oleh Allah SWT, tanggung jawab orang tersebut diwaktu hisab kelak akan semakin banyak.

“Semakin banyak orang itu ambil barang, masuk mall misalnya, maka orang itu akan semakin lama di kasirnya” [Ust. Sohib Husori, S. S.]

Jadi, kita sebagai pebisnis harus bisa menyisihkan sebagian dari keuntungan penjualan agar harta tersebut bisa kita sedekahkan. Karena sebenarnya harta yang telah kita sedekahkan tersebut tidaklah hilang malah akan bertambah banyak berkali-kali lipat, bahkan tidak dapat dicuri karena harta yang sebenarnya adalah harta yang telah kita sedekahkan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Harta yang kamu makan akan habis, harta yang kamu pakai akan usang, tapi harta yang kamu sedekah kan akan menjadi tabunganmu” (HR. Muslim).

Wallahu a’lam

Mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

BACAAN LAINNYA: