EkisPedia.com – Banyak dari para ahli berpendapat bahwa jenis asuransi yang pertama muncul adalah asuransi pelayaran (maritime), yang saat itu dipergunakan oleh kaum Babilonia dengan nama akad pinjam meminjam di atas kapal.
Bahkan beberapa pengamat berpendapat bahwa akad pinjam-meminjanm ini telah disinggung sebelumnya oleh Hukum Amurabi tahun 250 SM.
Baru kemudian akad akad ini tersampaikan kepada kaum Babilonia melalui kaum Phoenesia dan Hunud kuno. Lalu menyusul Romawi di abad 6-7 SM dan Yunani di abad 4 SM.
Tetapi, akad pinjam-meminjam ini kemudian ditentang oleh pihak Gereja Roma. Karena konon akad ini mefasilitasi timbulnya aktivitas riba. Penentangan ini yang selanjutnya menjadikan akad pinjam-meminjam ini di amandemen menjadi akad asuransi.
Dokumen asuransi pertama pasca amandeman akad pinjam-meminjam yang bisa didapatkan adalah dokumen Italia tertanggal: 23 Oktober 1347 M, tentang Asuransi Maritime (pelayaran).kemudian asuransi ini mulai menggaung di beberapa kota di Italia dan Negara-negara sekitar laut tengah.
Tetapi konsep asuransi kala itu hanya terbatas pada barang dagangan yang dibawa oleh kapal, tidak pada asuransi pada kapal itu sendiri ataupun awak kapalnya.
Sementara, asuransi darat baru muncul paruh kedua abad ke tujuh Masehi di Inggris. Yakni saat terjadi kebakaran besar selama empat hari di London tahun 1666 M yang membumihanguskan lebih dari tiga belas ribu tempat tinggal dan seratusan gereja.
Akhirnya dibentuk jasa asuransi kebakaran dan disusul beberapajenis lainnya. Lalu konsep asuransi ini menyebar di beberapa Negara seperti Jerman, Perancis dan Negara-negara lainnya.
Kemudian konsep asuransi jiwa mulai dirumuskan di Inggris pada awal abad ke-19. Pasca Revolusi Industri di Eropa, muncul jenis asuransi baru, yakni asuransi mas’uliah (asuransi tanggung jawab).
Asuransi dengan berbagai jenisnya itu kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam. Hanya saja kemudian tampak asuransi itu dalam pandangan syariah bermasalah, terutama karena adanya unsur gharar, gambling, riba dan sebagainya.
Karenanya pada sekitar tahun 1960-an banyak cendekiawan muslim mulai melakukan pengkajian ulang tentang penerapan system hukum Eropa ke dalam industry keuangan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip syariah dalam industry keuangannya.
Pada awalnya prinsip syariah Islam diterapkan pada industry perbankan. Dan, Cairo merupakan Negara yang pertamakali mendirkan bank Islam sekitar tahun 1971 dengan nama “Nasser Social Bank” yang operasionalnya berdasarkan system bagi hasil.
Kemudian diikuti berdiriannya bank Islam lainnya seperti Islamic Development Bank (IDB) dan The Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic of Sudan dan Kuwait Finance House tahun 1977.
Majma’ al fiqh al –Islamy, pada kongresnya tanggal 10 Sya’ban 1398 H telah bersepakat mengharamkan asuransi konvensional (asuransi komersial/at ta’min at-tijari) dengan sejumlah alasan, yaitu: asuransi mengandung unsur judi, dan mengakibatkan memakan harta orang lain secara tidak sah.
Oleh karenanya kemudian dikembangkan asuransi dengan prosedur atau tata cara yang dinilai sesuai dengan prinsip syariah berbeda dengan asuransi komersial dan menghilangkan unsur riba, gharar, jahalah, qimar dan kezaliman. Yaitu asuransi yang bersifat tolong-menolong (ta’awun) dan saling menanggung (takafuh) diantara peserta asuransi.
Asuransi yang pertama kali didirikan adalah asuransi takaful di Sudan pada tahun 1979, yang dikelola oleh Dar al-Mal al-Islami (DMI) Group.
Dar al-Mal melebarkan sayap bisnisnya ke Negara-negara Eropa dan Asia lainnya. Setidaknya ada empat asuransi takaful dan retakaful pada tahun 1983, yang berpusat di Geneva, Bahamas, Luxemburg, dan Inggris.
Dari sisi legalitas, system asuransi syariah baru diakui dan diadopsi oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, Majma al-Fiqhi al-Islami mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai system asuransi yang sesuai dengan syariah.
Artinya, perkembangan takaful lebih didasarkan atas kreasi kebutuhan umat muslim, keimbang didorong oleh fatwa. Sistem asuransi diadopsi sebagai system saling menolong dan membantu di antara para pesertanya.
Sejak saat itu asuransi syariah berkembang bukan hanya ke negeri-negeri Islam tetapi juga keseluruh dunia. Perkembangan asuransi dibilang cukup pesat. Dari asset $550 juta pada tahun 2000, $193 juta diantaranya berada di Asia Pasifik, meningkat menjadi $1,7 milyar.
Pada tahun 2004 asetnya sudah mencapai $2 milyar. Angka-angka di atas merupakan kumulasi untuk asuransi jiwa dan selain jiwa. Asuransi keluarga syariah mendominasi perkembangan asuransi dunia, mencapai 75%, dimana 60% nya berasal dari asuransi jiwa syariah.
Perkembangan asuransi syariah yang cukup progresif terjadi di Negara-negara Arab, terutama Arab Saudi, Qatar, Kuwait, dan Bahrain. Di Bahrain pertama kali berdiri Asuransi Takaful Internasional pada tahun 1989.
Pangsa pasar asuransi di Bahrain diperkirakan mencapai 65 juta dinar ($172). Di Arab Saudi berkembang perusahaan asuransi syariah diantaranya:
- Islamic Arab Insurance Company (al-Baraka Group tahun 1980),
- Islamic Arab Insurance Corporation For The Insurance Investment Dan Export Credit (1995),
- Islamic Insurance Compant Ltd., Islamic Insurance And Reinsurance Company (1985),
- Di-Aman Co-Operative Insurance (as-rajhi tahun 1985),
- Global Islamic Insurance Co. (1986),
- Islamic Takaful And Retakaful Company (Dar Al-Mal Al-Islami (DMI) group tahun 1986).
Semantara di Afrika, di Ghana pertama kali berdiri perusahaan Metropolitan Insurance Company Limited (MIT) tahun 1994 dan menjadi satu-satunya sauransi syariah di Ghana dengan system mudharabah dan takafuli.
Di Nigeria, African Alliance Insurance Company Limited mendirikan Islamic Life Insurance System (takaful) pada oktober 2003.
Di Senegal didirikan Islamic Takaful And Retakaful Co. dan sonar al-amane (al-baraka group).
Di Trinidad and Tobago didirikan Takaful Trinidad And Tobago Friendly Society pada tahun 1999.
Sementara di Eropa, Inggris merupakan pelopor pengembangan asuransi syariah. Melalui HSBS’s Amanah, Inggris bercita-cita jadi Leading sector bagi pengembangan asuransi syariah di Eropa dan Negara lainnya.
Selain itu juga berdiri International Corporative and Mutual Insurance Federation (ICMIF) yang menghimpun 150 orang dari 82 anggota organisasi dari 52 negara di dunia. Lembaga ini bertujuan untuk memajukan dan memperkenalkan sistem asuransi syariah ke berbagai Negara.
Di Amerika, asuransi syari’ah pertama kali pada Desember 1996 yaitu Takaful USA Insurance Company untuk menampung sedikitnya 12 juta penduduk muslim di sana.
Di Australia berdiri Australia Takaful Association Inc. diperkenalkan di Malaysia pada tahun 1985. Malaysia mendirikan Lembaga Penelitian Dan Pelatihan Bank Syariah (BIRTI), yang kosen pada bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.
Sekarang ini Malaysia memiliki beberapa industri asuransi syariah, diantaranya:
- CIMB Aviva Takaful Berhad,
- Hong Leong Tokio Marine Takaful Berhad,
- HSBC Amanah Takaful (Malaysia) Berhad,
- MAA Takaful Berhad,
- Prudential BSN Takaful Berhad,
- Syarikat Takaful Malaysia Berhad,
- Takaful Ikhlas Sdn Berhad,
- Takaful Nasional Sdn Berhad.
Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan: perusahaan asuransi jiwa syariah yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada 4 Agustus 1994 dan perusahaan Asuransi Kerugian Syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juli 1995.
Setelah takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia.
Hal tersebut kemudian mendorong berbagai perusahaan ramai-ramai masuk bisnis asuransi syariah. Diantaranya dilakukan dengan langsung mendirikan perusahaan asuransi syariah penuh seperti yang dilakukan oleh Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada asuransi jiwa syariah.
Sedangkan kebanyakannya dilakukan dengan membuka divisi atau cabang asuransi syariah seperti yang dilakukan oleh PT MAA Life Assurance, PT MAA Deneral Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Prakarta, PT AJB Bumiputera 1912, Dan PT Asuransi Jiwa Bringin Life Sejahtera, dan lainnya.
Saat ini sesuai data Dewan Syariah Nasional (DSN) terdapat 42 asuransi syariah, tiga reasuransi syariah dan enam broker asuransi dan reasuransi syariah. (sumber: Yahya Abdurrahman, Asuransi dalam tinjauan syariat, hlm: 8-14)
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Hampir semua ulama sepakat mengenai pentingnya asuransi dalam kehidupan sosial. Namun mereka berbeda pandangan ketika berbicara mengenai hukum dari Asuransi, dilihat dari sudut fikih Islam. Secara umum, pandangan ulama terhadap asuransi terwakili dalam tiga golongan pendapat:
Golongan Pendapat yang Menghalalkan Asuransi
Diantara ulama yang menghalalkan asuransi adalah:
Syekh Abdul Wahab Khalaf, Musthafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Bahjat Ahmad Hilmi dsb.
Alasannya adalah:
- Tidak adanya nash Qur’an maupun hadits yang melarang.
- Peserta asuransi dan perusahaan sama-sama rela dan ridha.
- Tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
- Asuransi bahkan memberikan keuntungan kedua pihak.
- Asuransi termasuk akad mudharabah, peserta sebagai shahibul mal dan perusahaan asuransi sebagai mudharibnya.
- Usaha asuransi sangat menguntungkan kemaslahatan umum.
Golongan Pendapat yang Mengharamkan Asuransi
Diantara ulama yang mengharamkan asuransi adalah:
Syekh Ahmad Ibrahim, Sayid Sabiq, Muhammad Abu Zahrah, Abdullah Al-Qalqili, Syekh Muhammad Bakhit Al-Mu’thi’i, dsb.
Alasannya adalah:
- Asuransi mengandung unsur perjudian (maysir/ qimar)
- Asuransi mengandung unusr ketidakjelasan dan ketidakpastian (gharar).
- Asuransi mengandung unsur riba.
- Potensi terjadi dzulm bagi nasabah yang tidak bisa melanjutkan pembayaran premi, yaitu berupa hilang atau hangusnya premi yang telah dibayarkannya.
- Asuransi termasuk akad sharf, yaitu terjadinya tukar menukar uang, namun tidak sama dan juga tidak tunai.
Golongan Pendapat yang Memperbolehkan Asuransi dengan Syarat dan Catatan Tertentu
Asuransi menurut golongan ketiga ini boleh tetapi dengan syarat dan catatan tertentu, alasannya adalah:
- Dalam muamalah hukum asalnya adalah boleh (ibahah), selama tidak ada nash yang malarangnya.
- Asuransi sudah menjadi dharurah ijtima’iyah, khususnya di negera-negera maju.
Diantara syarat-syarat diperbolehkannya asuransi yaitu:
- Menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan yang terdapat dalam asuransi, yaitu gharar, riba dan maisir.
- Merubah sistem asuransi yang bersifat jual-beli (tabaduli) menjadi sistem yang bersifat tolong menolong (ta’awuni), di mana peserta asuransi saling tolong menolong terhadap peserta lain yang tertimpa musibah.
- Konsekuensinya adalah menjadikan premi yang dibayarkan peserta sebagiannya dijadikan tabarru’, (hibah/ derma) yang dikelola dalam satu fund khusus, yang peruntukannya khusus untuk memberikan manfaat asuransi.
- Pengelolaan dana atau investasinya haruslah pada proyek-proyek yang sesuai dengan syariah.
Wallahu a’lam