Wakaf memainkan peran ekonomi dan sosial yang sangat penting dalam sejarah Islam, wakaf berfungsi sebagai sumber pembiayaan bagi masjid-masjid, sekolah-sekolah, pengajian dan penelitian, rumah-rumah sakit, pelayanan sosial dan pertahanan (Anwar, 2007; 75)
Akan tetapi, lembaga wakaf selama ini dianggap sebagai lembaga nirlaba yang tidak berkonsentrasi pada profit oriented dan hanya fokus pada masalah ibadah sehingga pengembangannya hanya berhenti pada pembangunan tempat ibadah saja. Seperti yang digambarkan dibawah ini:
Data Penggunaan Tanah Wakaf (Sistem Informasi Wakaf, 2019) |
Diketahui dari gambar diatas jumlah terbesar dalam penggunaan wakaf terdapat pada pembangunan tempat ibadah yakni Masjid sebesar 44.65% dan Mushalla sebesar 28.23% sedangkan pembangunan sekolah hanya sebesar 10.63% serta pembangunan Sosial lainya sebesar 8.59% Makam 4.50% dan Pesantren 3.41%.
Di era globalisasi ini dengan tantangan ekonomi yang terus menuntut persaingan, jumlah penduduk miskin tidak luput dari perhatian. Di Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia per maret 2019 mencapai 25,14 Juta orang atau sekitar 9.41 persen. Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin sehingga tidak hanya mengatur aspek ibadah ritual saja, namun membahas mengenai konsep nilai ibadah yang sekaligus memiliki nilai ekonomis yang dapat memberi manfaat kepada sebanyak-banyaknya manusia.
Wakaf Secara Umum
Wakaf berasal dari kata وقف waqafa berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat”. Kata waqafa yaqifu waqfan sama artinya dengan habasa yahbisu tahbisan artinya mewakafkan (Kemenag, 2007).
Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan dan semua tindakan yang tidak sesuai tujuan wakaf. Selain itu dikatakan menahan juga karena manfaat dan hasilnya ditahan dan dilarang bagi siapapun selain dari orang-orang yang berhak atas wakaf tersebut (Monzer Qahf, 2005).
Menurut istilah shara’, Muhammad Jawad Mughniyah dalam bukunya al-Ahwalus as-Syakhsiyah menyebutkan bahwa wakaf adalah suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan mendermakan hasilnya pada jalan yang bermanfaat. (Halim, 2005)
Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqih adalah sebagai berikut:
- Imam Abu Hanifah mengartikan wakaf sebagai menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif (transliterasi Arab: waqif) dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahwa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan wakif itu sendiri. Dengan artian, wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, bahkan diperbolehkan menarik kembali dan menjualnya. Jika si wakif meninggal maka harta wakaf menjadi harta warisan bagi ahli warisnya, jadi yang timbul dari wakaf tersebut hanyalah menyumbangkan manfaat (Widya, 2014).
- Madzhab Maliki berpendapat, wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, akan tetapi wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Maka dalam hal ini wakaf tersebut mencegah wakif menggunakan harta wakafnya selama masa tertentu sesuai dengan keinginan wakif ketika mengucapkan akad (sighat). Jadi pada dasarnya perwakafan ini berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya).
- Syafi’i dan Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Maka dalam hal ini wakaf secara otomatis memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan kepada nazir yang dibolehkan oleh syariah, dimana selanjutnya harta wakaf itu menjadi milik Allah.
Jadi pengertian wakaf dalam syariat Islam jika dilihat dari perbuatan orang yang memawakafkan dapat dikatakan bahwa wakaf ialah suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja memisahkan atau mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi keperluan dijalan Allah atau dalam jalan kebaikan.
Sedangkan pengertian wakaf dalam Undang-Undang sebagai berikut:
- Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat 1Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan ketentuan Pasal 215 ayat 4 KHI tentang pengertian benda wakaf adalah : Segala benda baik bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
- Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 ayat (1) dan PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf Pasal 1 ayat 1Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.Wakaf menurut Islamic Development Bank adalah salah satu dana sosial Islam potensial yang tersedia di negara-negara muslim dan non muslim, khususnya Indonesia, untuk melayani kepentingan public terutama untuk menyediakan insfrastruktur public seperti pusat bisnis, rumah sakit umum, bandara, dll. Ini sangat mungkin karena tidak seperti dana sosial (amal) Islam lainnya, wakaf memiliki karakteristik unik dibawah ini:
- Wakaf (aset finansial atau fisik) didedikasikan untuk melayani seluruh masyarakat (muslim dan non muslim).
- Aset wakaf tidak dapat dijual, rusak, hilang dan hancur.
- Aset wakaf harus digunakan untuk item manfaat publik (ibadah, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dsb.)
- Wakaf dapat menghasilkan laba atau setidaknya tidak menghadapi kerugian finansial / non finansial
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran Syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU No. 41 tahun 2004 yang menyatakan bahwa wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Dasar Hukum Wakaf
Dalam Al-Qur’an, kata wakaf sendiri tidak secara eksplisit disebutkan akan tetapi keberadaannya diilhami oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan contoh dari Rasulullah SAW serta tradisi para sahabat. Adapun yang menjadi dasar hukumnya sebagai berikut:
Al-Qur’an Surat Ali Imran: 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”
Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan bahwa kita diperintah untuk menafkahkan sebagian dari harta yang kita cintai dan Allah pasti akan membalas semua yang kita lakukan dengan berlipat-lipat. Maka nafkahkanlah sebagian dari rezeki yang kita miliki dari baik-baik agar kita mendapat kemenangannya.
Al-Hadist
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga (perkara): Shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya” (HR. Muslim)
Dalam hadist diatas menerangkan bahwa bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal yang salah satunya yaitu Shadaqatul jariyah (Wakaf). Dengan menahan pokok dan mensedekahkan manfaat atau hasil dari harta yang dimiliki menjadikan harta tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi orang lain dan yang memberikan harta tersebut tetap dapat merasakan manfaatnya sampai diakhirat kelak. Selama harta tersebut digunakan sebagaimana mestinya.
Macam – macam Wakaf di Indonesia
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, Batasan waktunya dan penggunaan baranganya (Monzer Kahf, 2005):
- Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya ada tiga:
- Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat, yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum
- Wakaf keluarga, yaitu apabila tujuan wakaf untuk manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu, tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, tua atau muda.
- Wakaf gabungan, yaitu tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga secara bersama-sama.
- Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam:
- Wakaf abadi, yaitu apabila wakafnya barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti kerusakannya.
- Wakaf temporer, yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak.
- Berdasarkan penggunaannya wakaf juga dibagi dua macam:
- Wakaf langsung: yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk mencapai tujuan, seperti masjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan belajar mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dan lain sebagainya.
- Wakaf produktif: yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.
Konsep Wakaf Uang
Wakaf uang (cash waqf) adalah wakaf yang dilakukan oleh kelompok atau seseorang maupun badan hukum yang berbentuk wakaf tunai. Wakaf uang merupakan bagian dari wakaf produktif, yakni skema pengelolaan donasi wakaf dari umat dengan memproduktifkan donasi tersebut sehingga mampu menghasilkan manfaat yang berkelanjutan. Dimana donasi wakaf ini dapat berupa harta benda bergerak seperti uang dan logam mulia, maupun benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Keuntungan dari wakaf produktif ini diharapkan dapat mendukung dan membiayai fungsi pelayanan sosial wakaf. (Niriah, 2008).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang tunai pada tanggal 11 Mei 2012 sebagai berikut:
- Wakaf uang (cash waqf) adalah wakaf yang dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum yang berbentuk wakaf tunai.
- Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf yang hukumnya jawaz (boleh)
- Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i
- Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Selain fatwa MUI diatas, pemerintah melalui DPR juga telah mengesahkan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang didalamnya juga mengatur bolehnya wakaf berupa uang.
Penyaluran wakaf secara produktif lebih mudah dilakukan dengan instrument wakaf tunai. Wakaf uang tunai merupakan instrument yang paling potensial untuk memberdayakan masyarakat, sehingga produktifitas negara dapat meningkat secara signifikan. Karena memang sifat dari uang tunai itu sendiri sangat fleksibel dan mudah digunakan untuk permodalan usaha. Syam (2011) mengatakan bahwa kedudukan uang akan menjadi produktif jika disalurkan untuk wakaf, karena mampu dijadikan sebagai modal usaha yang akan menghasilkan keuntungan. Instrumen wakaf uang tunai berimplikasi positif bagi perekonomian negara.
Dalam rangka sosio-ekonomi Islam, wakaf uang adalah sumber dana sosial yang dapat mengakumulasi dan mendistribusikan kembali uang. Ada perbedaan antara manajemen yayasan, amal atau dana sumbangan di barat seperti Ford, British Trust, Rockefeller, Carnegie dan Manajemen Wakaf Uang. Wakaf uang memiliki prinsip keabadian yang membuatnya berbeda dari dana abadi barat atau dana amal. Prinsip keabadian berarti bahwa prinsip wakaf harus dilestarikan dan manfaat portofolio wakaf harus tersedia untuk tujuan keagamaan, filantropi dan benar. (Dian Masyita, 2015).
Dalam praktik kontemporer saat ini, praktik wakaf uang masih melekat dengan manajemen aset wakaf modern yang dihasilkan untuk berbagai keperluan investasi seperti real estate, pembangunan sekolah, dan rumah sakit. Manajemen aset wakaf dapat diilustrasikan seperti pada gambar dibawah ini di mana aset wakaf berasal ketika seorang wakif mentransfer asetnya yang menjadi miliknya kepada manajer wakaf (nazir) disertai dengan pedoman khusus untuk mengelola aset tersebut.
Sumber: Ismail, Awqaf Linked Sukuk To Support The Economic Development, Bank Indonesia Occasional Paper, 2015 |
Dari sudut pandang syariah, niat (niyyah) dari kontrak wakaf harus dinyatakan untuk tujuan amal (tabarru’at) alih-alih tujuan komersial (tijari). Setiap kelebihan ekonomi yang dihasilkan dari aset wakaf semata-mata dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat. Nazir secara teknis harus dapat mempertahankan nilai aset yang diamanatkan kepada mereka dari wakaf dengan kepercayaan yang baik dan mengelola aset wakaf untuk menghasilkan keuntungan ekonomi dari aset wakaf. Dengan demikian, sebagai implikasinya, wakaf tidak berhak atas pengembalian dari keuntungan yang dihasilkan oleh nazir dari manajemen aset wakaf dan nazir hanya berhak atas persentase tertentu dari biaya manajemen.
Jika aset wakaf menghasilkan pendapatan, surplus pendapatan tersebut akan didistribusikan ke 3 penerima atau tujuan utama (mawquf’alayh). Mereka adalah nazir, pembayaran untuk biaya pemeliharaan aset, dan masyarakat yang membutuhkan sebagai penerima utama. Nazir mungkin ingin menentukan ketentuan manfaat yang akan dialokasikan untuk yang membutuhkan. Mungkin dalam bentuk uang tunai atau program untuk membantu mereka tergantung pada apa yang paling dibutuhkan.
Sukuk
Sukuk (صكوك) adalah akar kata dari bahasa Arab sakk, jamaknya sukuk atau sakaik, yang berarti memukul atau membentur, dan bisa bermakna sakkan nukud (pencetakan atau penempahan uang). Istilah sakk bermula dari tindakan membubuhkan cap tangan oleh seseorang atas suatu dokumen yang mewakili suatu kontrak pembentukan hak, obligasi, dan uang. Dalam konsep modern disebutkan sebagai pengamanan pembiayaan yang memberikan hak atas kekayaan dan tanggungan serta bentuk-bentuk hak milik lainnya.32 Istilah sukuk telah dikenal sejak abad pertengahan yang dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha pedagang dan aktivitas komersial lainnya.
Secara umum (Wahid, 2010), obligasi konvensional atau bond merupakan surat utang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu, yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis bonafiditas. Dalam pasar uang yang sudah berkembang dengan baik, bentuk dan jenis obligasi bisa mencapai belasan bahkan puluhan termasuk di antaranya ada yang bisa dikonversikan dengan saham perusahaan penerbit (convertible bonds).
Berbeda dengan konsep umum obligasi di atas, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan pernyataan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradah bond. Muqaradah merupakan nama lain dari mudarabah, ahli Irak sering menggunakan istilah mudarabah, sementara ulama Hijaz menggunakan istilah muqaradah atau qirad yang berarti qat’ (potongan), diartikan demikian karena pemilik modal memotong sebagian hartanya dan memberinya potongan dari keuntungan hasil usaha tersebut (Wahbah al-Zuhaili, 1997).
Secara teoritis, sukuk memiliki dua perbedaan mendasar dengan obligasi konvensional. Pertama, dari sisi akad, dan kedua, dari sisi konektivitas dengan sektor riil. Secara akad, transaksi yang mendasari penerbitan sukuk sangat beragam, bergantung pada pola transaksi apa yang digunakan. Di antara akad-akad sukuk tersebut ada yang berbasis bagi hasil, seperti Mudarabah dan Musharakah, berbasis jual beli seperti murabahah, salam, istisna, dan berbasis sewa seperti ijarah. Berbeda dengan obligasi konvensional yang hanya berbasis pada bunga (Beik, 2011).
Berdasarkan fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah. Sukuk atau obigasi syariah didefinisikan sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah (sukuk) yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Berdasarkan definisi tersebut, sukuk diartikan sebagai sertifikat/efek yang mewakili bagian kepemilikan sepenuhnya terhadap asset yang tangible dengan nilai yang sama, manfaat dan jasa, kepemilikan asset atas suatu proyek, atau kepemilikan dalam aktivitas bisnis atau investasi khusus.
Sukuk di Indonesia terbagi menjadi dua, dari sisi penerbitnya. Pertama Sukuk yang dikeluarkan oleh pemerintah yakni Sukuk Negara atau biasa dikenal dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dalam hal ini yang menjadi underlying asset yakni aset pemerintah yang bernilai ekonomis berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan bangungan. Kedua adalah Sukuk korporasi yang di keluarkan oleh perusahaan sebagai Emiten, dalam hal ini yang underlying asset dari Sukuk korporasi ini adalah aset dari perusahaan atau anak perusahaan yang dimiliki. Sukuk yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dipayungi Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara No.19 tahun 2008, sedangkan Sukuk Korporasi lebih dahulu telah ada dasar hukumnya, ini didasarkan kepada Undang-undang pasar modal No.8 tahun 1995 dan Fatwa DSN Nomor:32/DSN-MUI/IX/2002. Ini menjadi dasar peraturan mengenai Sukuk korporasi.
Landasan diperbolehkannya Sukuk mengacu pada QS Al-Baqarah ayat 279:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dar pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS)
Wakaf tunai yang terhubung dengan sukuk merupakan salah satu bentuk investasi sosial di Indonesia dimana wakaf uang yang dikumpulkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku Nazir melalui BNI Syariah dan Bank Muamalat Indonesia sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) akan dikelola dan ditempatkan pada instrumen Sukuk Negara atau SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yang diterbitkan oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu).
Cash Waqf Linked Sukuk melibatkan lima stakeholders, yaitu:
- Bank Indonesia sebagai akselerator dalam mendorong implementasi CWLS dan Bank Kustodian.
- Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai regulator, leader dan Nazhir yang mengelola CWLS.
- Kementerian Keuangan sebagai issuer SBSN dan pengelola dana di sektor riil.
- Nazhir Wakaf Produktif sebagai Mitra BWI yang melakukan penghimpunan dana wakaf.
- Bank Syariah (Bank Muamalat Indonesia dan BNI Syariah) sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) dan Bank Operasional BWI
Untuk menyukseskan pengembangan Cash waqf linked sukuk tersebut, Kementerian Keuangan bersama dengan Bank Indonesia, Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia telah menyusun dan menandatangani MoU yang mengatur mengenai aspek-aspek kebijakan dan operasional dalam pengembangannya.
Pemerintah akan menerbitkan Sukuk Negara seri khusus “SW” yang juga dengan fitur khusus antara lain: tenor 3 tahun, bersifat non-tradable, pembayaran imbalan secara diskonto dan tingkat imbalan tetap yang dibayarkan secara periodik.
Pemerintah akan memanfaatkan hasil penerbitan Sukuk Negara seri SW untuk pembiayaan APBN, termasuk untuk membiayai pembangunan proyek-proyek layanan umum masyarakat seperti pembangunan infrastruktur pendidikan dan layanan keagamaan.
Selain diperuntukkan bagi program-program sosial BWI, Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) merupakan instrumen yang dibuat Pemerintah agar masyarakat bisa menginvestasikan wakaf uang dalam bentuk sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Dengan ditempatkan di SBSN, uang yang diwakafkan masyarakat akan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemartabatan Indonesia.
Penutup
Wakaf adalah salah satu sektor sosial Islam potensial yang perlu dioptimalkan untuk dapat mendukung tugas pemerintah untuk menyediakan infrastruktur sosial (manfaat publik). Adapun pemerintah mendapatkan dana pembiayaan dari wakaf yang ditempatkan pada sukuk, sehingga muncul instrumen Cash Waqf linked Sukuk sebagai investasi sosial. Dana wakaf yang terkumpul melalui CWLS ini bisa bermanfaat melalui dua jalur. Pertama adalah wakaf yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur sukuk wakaf. Kedua adalah dana hasil pemanfaatan wakaf yang ditempatkan pada instrumen sukuk yang bisa disalurkan kepada mawquf’alayh.
Referensi
- Agustiano. Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan Umat. Jakarta: Niriah. 2008.
- Badan Wakaf Indonesia. Video profil Cash Waqf Linked Sukuk disampaikan pada acara Seminar Nasional: Sosialisasi Waqf Core Principle di Hotel Oakwood Surabaya, 22 Juni 2019.
- Beik, Irfan Syauqi. Memperkuat Sukuk Negara dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam al-Infaq. Vol. 2, No. 2, September, 2011.
- Dewan Syariah Nasional. Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. 2002
——-. Fatwa Tentang Wakaf Uang Tahun 2002. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia. 2002 - Ismail, Awqaf Linked Sukuk To Support The Economic Development, Bank Indonesia Occasional Paper, 2015
- Kahf, Munzir. Manajemen Wakaf Produktif . Jakarta: Pustaka Kautsar Grup. 2005
- Syam, Taufik Rahayu. Wakaf Tunai sebagai Salah Satu Sistem Perekonomian Islam. 2011
- Wahid, Nazaruddin Abdul. Sukuk; Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2010.