Selamat datang di Situs Ensiklopedia Ekonomi Islam

Ekonomi Islam dalam Pandangan Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi

EKISPEDIA.COM – Kita mengenal Syeikh Yusuf Al – Qaradhawi umumnya sebagai seorang ahli hukum Islam, fatwa-fatwanya juga banyak jadi bahan rujukan di dunia Islam. Tapi yang namanya sebagai ahli hukum Islam tentu permasalahan ekonomi juga masuk didalamnya, oleh karenanya banyak juga kita melihat tulisan-tulisan beliau yang di jadikan rujukan, misalnya buku Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam yang diterjemahkan oleh Didin Hafidhudin, dkk.

Tetapi, dikalangan ekonom kontemporer, nama beliau tak dimasukan dalam tokoh pemikiran ekonomi Islam, karena dianggap tak memenuhi kriteria yang di tentukan, contohnya dalam tulisan Muhammad Aslan Haneef di buku Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, Analisis Komparatif Terpilih yang diterjemahkan oleh Suherman Rosyidi.

Terlepas dari itu, ternyata dalam bukunya sendiri, Syeikh Yusuf Qaradhawi menekankan pandangannya bahwa Islam merupakan sistem yang komprehensif, mengatur semua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik maupun spiritual.

Menurutnya sistem ekonomi Islam tak berbeda dengan sistem ekonomi lainnya jika dilihat dari segit bentuk, cabang, rincian dan cara pengaplikasiannya. Perbedaan mendasar justru ada pada gambaran global seperti pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan yang prinsip. Ini dikarenakan sistem Islam menetapkan secara global dalam masalah-masalah yang mengalami perubahan lingkungan dan zaman, dan menguraikan secara rinci pada masalah-masalah yang tak mengalami perubahan.

Menurutnya yang membuat beda antara ekonomi Islam dan sistem ekonomi lainnya terletak pada aturan moral dan etika dalam melakukan kegiatan ekonomi.

Aturan yang dibentuk dalam ekonomi Islam bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan pencipta, dunia dan seisinya serta tujuan akhir manusia. Sedangkan pada sistem lainnya tak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas prilaku manusia, sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya.

Syaikh Yusuf Qaradhawi menyebutkan ada empat nilai utama ekonomi Islam, yakni:

Ekonomi Rabbani (Ekonomi Ilahiyah)

Disini beliau menterjemahkannya sebagai ekonomi yang titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syariatNya, karena itu kegiatan utama ekonomi, baik produksi, konsumsi, dan distribusi diikatkan pada prinsip ilahiyah dan pada tujuan ilahi.

Pemikiran yang sangat mendasar ini berlandaskan aqidah Islam, yang mana ianya sebagai sarana bukan tujuan, ia lahir dari aqidah Islam, ia merupakan penjabaran dari akidah Islam dalam bidang ekonomi dan menjadi pelayan bagi aqidah.

Ekonomi Akhlak

Dalam hal ini beliau menegaskan bahwa tidak ada pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama.

Kegiatan yang berkaitan dengan akhlak terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, peredaran dan konsumsi.

Seorang muslim terikat oleh iman dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukanya, baik ketika melakukan usaha, mengembangkan maupun menginfakkan hartanya.

Ekonomi Kemanusiaan

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang tujuan utamanya adalah merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala unsur dan pilarnya. Selain itu, bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan.

Dalam pandangan Islam, manusia adalah tujuan dari kegiatan ekonomi, sekaligus merupakan sarana dan pelakunya, dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikanNya.

Nilai kemanusiaan yang terhimpun dalam ekonomi Islam seperti nilai kemerdekaan, keadilan, dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut, persaudaraan, saling mencintai dan saling tolong menolong. Nilai lainnya yakni menyaingi seluruh umat manusia terutama kaum lemah.

Diantara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan Islam atas kepemilikan pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syariat serta menjalankan hak-hak hartnya.

Konsep ini agaknya sama seperti apa yang telah di konsepkan oleh Kahruddin Yunus dengan paradigma Bersamaisme “dipahamkan oleh bersama, dikerjakan oleh bersama, dan dinikmati buahnya oleh bersama”.

Ekonomi Pertengahan

Ekonomi Islam menurutnya menjadi nilai pertengahan atau nilai keseimbangan sebagai ‘ruh’nya. Dan ruh ini merupakan perbedaan yang sangat jelas antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainya.

Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan nampak pada pengkultusan individu, kepentingan pribadi, dan kebebasannya hampir-hampir bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan dan pembelanjaan harta.

Ruh sistem ekonomi komunis tercermin pada prasangka buruk terhadap individu dan pemasungan naluri untuk memiliki dan menjadi kaya.

Komunis memandang kemaslahatan masyarakat yang diwakili oleh Negara adalah di atas setiap individu dan segala sesuatu.

Ciri khas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh Islam diantara individu dan masyarakat, sebagai mana ditegakkannya dalam berbagai pasangan lainnya, seperti dunia-akhirat, jasmani-rohani, idealisme-fakta dan lainnya.

Konsep ekonomi pertengahan ini agaknya juga mirip dengan apa yang pernah di sampaikan oleh Kahrudin Yunus di tahun 50-an dalam pandangannya terhadap prinsip-prinsip ekonomi yang berkembang saat itu. Beliau menggunakan terma Bersamaisme sebagai jalan tengah dan mengetangahi antara pemikiran kapitalisme dan komunisme.

Wallahu a’lam