EKISPEDIA.COM – Tidak dapat dipungkiri bahwa investasi syariah saat ini sudah menjadi bagian dalam sistem keuangan di Indonesia. Berdasarkan data BEI, investor syariah di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Pada semester pertama tahun 2022, investor syariah mencapai 111.500 investor atau meningkat sebesar 4,94% pada periode yang sama di tahun 2021.
Jumlah tersebut jika hanya dilihat dari pengguna layanan atau fasilitas SOTS (Sistem Online Trading Syariah), belum kalau kita melihat investor syariah secara keseluruhan. Hal ini memberi bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai melirik investasi syariah sebagai lifestyle dalam kehidupan mereka di bidang keuangan. Selain itu, minat investor untuk berinvestasi pada instrument sukuk juga semakin meningkat.
Beberapa waktu belakangan, isu mengenai efek/dampak pemanasan global terhadap lingkungan serta solusinya sangat gencar diperbincangkan. Terlebih ketika Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah G20 pada tahun 2022 ini.
Isu mengenai penanganan efek/dampak dari pemanasan global itu disebut dengan ESG (Environmental, Social and Governance). ESG kini telah menjadi suatu standar dalam praktik investasi perusahaan yang mengutamakan 3 kriteria, yaitu lingkungan (environmental), sosial (social) dan tata kelola (governance).
Kriteria Environmental akan menilai atau mengukur bagaimana suatu perusahaan dapat menangani dampak buruk yang terjadi akibat dari aktifitas bisnisnya. Misalkan saja penanganan limbah kimia industri, reboisasi hutan akibat penebangan hutan industri, penanganan bekas galian tambang dan lain sebagainya.
Kriteria Social akan menilai atau mengukur perusahaan dalam berhubungan dengan pihak eksternal baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti masyarakat sekitar, komunitas, pemasok, pembeli dan lain sebagainya.
Kriteria Governance akan menilai/mengukur bagaimana suatu perusahaan dalam mengelola aktifitas bisnisnya dengan baik dan berkelanjutan secara internal. Ketika perusahaan mengimplementasikan standar tersebut dalam kebijakan-kebijakannya, maka perusahaan telah menjadi bagian dalam mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Isu-isu tersebut tidak hanya menjadi perhatian para aktivis lingkungan, akan tetapi juga para ekonom, investor dan lain sebagainya.
Berbicara tentang ekonomi Islam, isu tersebut tidak pernah terlepas dari berbagai ekosistem yang memang sejatinya telah melekat sejak dahulu. Misalkan saja seperti fungsi sosial berupa pelaksanaan ZISWAF beserta pengelolaannya.
Fungsi ini sudah sejak lama dilaksanakan, bahkan jauh sejak Rasulullah SAW menyebarkan agama Islam. Hal tersebut membuktikan bahwa ekonomi Islam sangat memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Namun, permasalahan lingkungan dan sosial dalam ekonomi Islam tergolong masih minim dari pembahasahan yang masif. Padahal ketika berbicara ekonomi Islam, kita tidak hanya membahas tentang ekonomi makro Islam, ekonomi mikro Islam, perbankan syariah, asuransi syariah dan pasar modal syariah. Akan tetapi, kita juga membahas tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang baik dan benar serta bertanggung jawab.
Agama Islam sebenarnya telah mengajarkan fondasi atau dasar mengenai implementasi ESG sejak dulu. Misalkan saja sebagaimana perintah yang tercantum di dalam Al-Qur’an agar manusia tidak membuat kerusakan di muka bumi. Hal itu membuktikan juga bagaimana Islam sangat memperhatikan keberlangsungan lingkungan bumi yang ditinggali oleh manusia. Selain itu, Khalifah Ali bin Abi Thalib juga pernah mengimplementasikan kriteria sosial dalam ESG, yaitu ketika beliau mewakafkan sumber mata air yang dibeli untuk menghidupi masyarakat yang kekurangan air pada masa itu dan bahkan berlanjut hingga saat ini.
Pada zaman sekarang, implementasinya sedikit bergeser melalui instumen keuangan (investasi). Dimana para investor yang peduli dengan lingkungan alam sekitar akan berinvestasi pada instrument tersebut, kemudian pengelola dana akan menggunakan hasil pengumpulan dana tersebut untuk proyek-proyek berbasis lingkungan.
Misalkan saja pemerintah Indonesia yang beberapa tahun belakangan telah menerbitkan sukuk tabungan (ST). Sukuk tabungan tersebut diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai proyek-proyek hijau yang ada di dalam APBN, sehingga lingkungan alam Indonesia masih tetap asri serta dapat dirasakan oleh generasi-generasi yang akan datang. Hal ini juga menjadi bagian wujud komitmen pemerintah dalam mendukung implementasi pembangunan berkelanjutan bagi negara serta bumi.
Implementasi instrumen sukuk dalam mendukung pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan seharusnya juga bisa dilakukan dalam proses screening saham yang akan masuk ke dalam Daftar Efek Syariah (DES). Selain itu, penyediaan indeks saham syariah yang berbasis lingkungan (ESG) juga harus segera dibentuk sebagai bentuk kepedulian dan dukungan ekonomi Islam terhadap implementasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.