Artikel

Sukuk sebagai Instrumen Pembangunan Berkelanjutan

EKISPEDIA.COM – Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang memiliki daya guna dimasa depan, dengan artian bahwa pembangunan tersebut memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Dewasa ini dikenal dengan istilah Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah disepakati pada tanggal 2 Agustus 2015 berlokasi di New York.

Dihadiri perwakilan dari 193 negara anggota PBB dengan mengadopsi dokumen berjudul “Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development” atau “Mengalihrupakan Dunia Kita: Agenda Tahun 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Kesepakatan SDG’s ini memiliki 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemashlahatan manusia dan planet bumi.

SDG’s merupakan keberlanjutan atau pengganti dari Millenium Development Goals (MDG’s) yang ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin dari 189 negara sebagai Deklarasi Milenium di markas besar PBB pada tahun 2000 yang memiliki 8 tujuan dan 21 capaian.

Secara proses, MDG’s memiliki kelemahan karena penyusunan hingga implementasinya ekslusif dan sangat birokratis tanpa melibatkan peran stakeholder non-pemerintah, seperti civil society organization, universitas/akademisi, sektor bisnis dan swasta, serta kelompok lainnya (Pamuluh & Fitri, 2016). Akan tetapi, penyusunan SDG’s sendiri memiliki beberapa tantangan karena masih terdapat beberapa butir target MDG’s yang belum bisa dicapai dan harus di teruskan didalam SDG’s (Erwandari dalam Diah, 2018).

SDG’s menjadi sejarah baru dalam pembangunan dunia global, dikarenakan dalam kesepakatannya SDG’s ini memiliki tujuan pembangunan universal yang dimulai tahun 2016 hingga tahun 2030. Menurut Pamuluh dalam Diah (2018) SDG’s membawa lima prinsip — prinsip mendasar yang menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan, yaitu manusia, bumi, kemakmuran, perdamaian dan kerjasama.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 mengenai penerapan SDG’s ini, pemerintah Indonesia berusaha untuk menghindari keterlambatan implementasi SDG’s, dikarenakan pada MDG’s telah lalu Indonesia tercatat mengalami keterlambatan 10 tahun dari masa pengesahaanya pada tahun 2000.

Keterlambatan ini disebabkan Indonesia pada saat itu masih dalam proses pemulihan dari situasi ekonomi setelah terjadinya krisis pada tahun 1998 (Diah, 2018). Dalam Perpres tersebut diuraikan 17 tujuan dari implementasi SDG’s yang mana termasuk dalam sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di Indonesia.

Penerapan dalam Perpres Nomor 59 tahun 2017 memuat tujuan — tujuan Sustainable Development Goals (SDG’s) sebagai berikut:

  • Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di mana pun
  • Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.
  • Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia.
  • Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
  • Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.
  • Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
  • Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.
  • Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
  • Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi.
  • Mengurangi kesenjangan intra dan antarnegara.
  • Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
  • Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
  • Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.
  • Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.
  • Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghenti-kan kehilangan keanekaragaman hayati.
  • Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.
  • Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

Tujuan-tujuan tersebut sangat sesuai dan konsisten dengan prioritas pembangunan Indonesia yang mana bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan mengatasi kesenjangan pendapatan, mempromosikan hak asasi manusia dan melindungi lingkungan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana dilansir dalam republika.co.id mengatakan anggaran untuk mencapai SDG’s ini secara global sekitar 6 triliun dolar AS per tahun yang bersumber dari pemerintah, swasta, bank pembangunan multilateral, filantropi dan publik.

Pasar modal syariah dengan sukuk sebagai instrumennya adalah pilihan alternatif dalam pembiayaan SDG’s. Hal ini dikarenakan pasar modal syariah memiliki prinsip dasar yang berbasis aset, etika, partisipasi, dan tata kelola yang baik, sehingga akan memberikan inovasi yang baik dalam menawarkan mekanisme pembiayaan dan sangat sejalan dengan arsitektur pembangunan berkelanjutan, di Indonesia pasar keuangan syariah termasuk sukuk mengalami pertumbuhan sangat cepat, meskipun porsinya dibandingkan pasar konvensional masih relatif sangat kecil.

Menurut Ali (2000 : 356) sukuk atau sakk adalah buku yang mencatat kegiatan transaksi dan laporan yang terjadi. Dalam kitab Mu’jam Al Mustholahaat Al Iqtishodiyah Wal Islamiyah, sakk dapat diartikan sebagai surat berharga (title deed).

Dalam berbagai literatur memang sukuk dipadankan dengan Islamic Bonds atau Obligasi syariah, yang maknanya tidak sama dengan pengertian obligasi (Al-Bashir, 2012:57).

Berbeda halnya dengan obligasi konvensional yang menyatakan bahwa penerbit berhutang pada investor, maka sukuk di desain untuk mengalihkan kepemilikan atas satu atau lebih aset dasar (underlying assets). Ini merupakan fitur penting yang menyebabkan sukuk merupakan instrument yang dapat diperdagangkan untuk kepentingan syariah.

Salah satu karakteristik yang wajib melekat pada sukuk adalah adanya underlying assets yang mendasari penerbitannya. Keuntungan investasi berasal dari pengelolaan aset-aset tersebut sesuai akad yang digunakan. Pasal 3 POJK No : 18/POJK.04/2015 Tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk, aset yang menjadi dasar Sukuk terdiri :

  • Aset terwujud (a’yan maujudat)
  • Nilai manfaat atas aset terwujud (manaful a’yan) tertentu baik yang sudah ada atau yang akan datang
  • Jasa (al- khadamat)
  • Aset Proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayan)
  • Kegiatan Investasi yang telah di tentukan (nasyath ististmarin khassah)

Aset – aset tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal dan selama priode sukuk, emiten menjamin bahwa aset sukuk tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Menurut Datuk (2014), sukuk lebih unggul dari pada pinjaman luar negeri, karena risiko sukuk lebih rendah dari berbagai aspek. Oleh sebab itu sukuk sangat potensial untuk menjadi donator dalam pembangunan berkelanjutan, tertuma infrastuktur.

Nashrullah (2015) mengatakan bahwa sukuk dapat menjadi instrument yang tepat dalam pengembangan insfrastruktur, hal tersebut dikarenakan sukuk sebagai surat utang negara (SUN) untuk memperoleh dana pembangunan infrastruktur (Anik dan Emy, 2017).

Dilansir dari laman berita republika.com bahwa di tahun 2017, melalui seri project based sukuk (PBS), sukuk negara telah digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastuktur pada berbagai kementerian seperti Kementrian Perhubungan yang membiayai proyek-proyek pembangunan jalur kereta api di berbagai lokasi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang membiayai pembangunan jalan jembatan serta proyek pengendalian banjir dan lahan, pengelolaan drainase bendungan dan penyediaan air tanah dan air baku di berbagai provinsi, sedangkan pada Kementrian Agama, sukuk membiayai revitalisasi dan pengembangan asrama haji, pembangunan balai nikah dan manasik haji.

Di pasar keuangan Internasional, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Sukuk Negara dalam mata uang dolar AS dan dikenal sebagai trend-setter melalui berbagai inovasi. Inovasi terakhir yang dilakukan adalah penerbitan green sukuk sebesar 1,25 miliar dolar AS pada Februari 2018 yang merupakan penerbitan green sukuk pertama oleh pemerintah negara (sovereign) di dunia.

Hasil penerbitan green sukuk ini digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek hijau pada lima sektor, yaitu ketahanan terhadap perubahan iklim untuk daerah rentan bencana, transportasi berkelanjutan, pengelolaan energi dan limbah, pertanian berkelanjutan, dan energi terbarukan yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga.

Dengan demikian, penerbitan green sukuk ikut memecahkan masalah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia yang sejalan dengan SDGs dan, yang paling penting, instrumen utang dalam bentuk sukuk berguna untuk melindungi rakyat Indonesia dari perubahan iklim maupun sebagai instrumen investasi yang aman (Sri Mulyani, Republika : 2017).

Kesimpulan

Agenda pembangunan berkelajutan skala global ini merupakan agenda yang bertepatan dengan proses pembangunan Indonesia dalam hal memberantas kemiskinan, mengatasi kesenjangan pendapatan, mempromosikan hak asasi manusia, dan melindungi lingkungan.

Sukuk sebagai salah satu instrumen pasar modal syariah di Indonesia telah menjadi penyumbang dana dalam kegiatan-kegiatan pembangunan berkelanjutan, yang mana di tahun 2017, penerbitan sukuk global mencapai 97,9 miliar dolar AS dan di tahun 2018 mencapai 271 miliar dolar.

Sukuk sebagai instruen pembiayaan tidak hanya diterbitkan di negara-negara muslim saja, melainkan di negara – negara yang mayoritas non-muslim seperti Hongkong, Inggris, Luksemburg dan Afrika Selatan juga telah diterbitkan. Hal ini sejalan dengan semakin berkembanya keuangan syariah, baik pasar modal, perbankan, maupun asuransi (takaful) di luar negara-negara Muslim.

Referensi

  • Ali bin Ali Muhammad, 2000. Mu’jam Al Mustholahat Al Iqtishodiyah Wal Islamiyah. Riyadh: Maktabah Al’Abikan
  • Datuk, B. (2014). Sukuk Dimensi Baru Pembiayaan Pemerintah untuk Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, Vol.4. No.1. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara
  • Muhammad Al-Bashir Muhammad al-Amine. 2012. Global Sukuk and Islamic Securitization Market. London: Brill
  • Mulyani, Sri. 2017. Sukuk dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan, Retrieved from https://republika.co.id
  • Muluk, S. (2017). Jakarta Menuju Kota Yang Berkelanjutan. Analisis Pembangunan, 0–8.
  • Nasrullah, A. (2015). Studi Surat Berharga Negara: Analisis Komparatif Sukuk Negara dengan Obligasi Negara dalam pembiayaan Defisit APBN. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, Vol. 1 No. 2. Nganjuk: Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul ‘Ula.
  • Panuluh, S., & Fitri, M. R. (2016). Perkembangan Pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Retrieved from www.infid.org
  • Riski Hardiana, Diah. 2018. Implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan di Jakarta, Artikel