Pengembangan Ekonomi Minapolitan Berbasis Syariah

Pengembangan Ekonomi Minapolitan Berbasis Syariah

EKISPEDIA.COM – Sebagai negara maritim, tentu banyak macam sumber daya alam yang dapat menjadi pendapatan sebagian masyarakat Indonesia. Tercatat memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan terpanjang kedua didunia (KKP, 2019). Fakta tersebut menjadikan potensi ekonomi kelautan cukup tinggi, terutama pada sektor perikanan. Tak heran banyak masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai nelayan. Namun sayangnya, menurut data (BPS, 2020) sumbangsih sektor perikanan dan kelautan hanya sebesar 3,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dari sini terlihat bahwa pemaksimalan potensi sumber daya kelautan belum termaksimalkan secara baik. Hal ini, perlu mendapat pengawasan dan perhatian serius, mengingat potensi sektor ini memiliki dampak sosial-ekonomi yang bagus. Keanekaragaman ini bisa dilihat dari beragamnya masyarakat menjadikan sumber pendapatan ekonomi dari kawasan minopolitan. Sayangnya, infrastruktur dan modal yang dimiliki untuk pengembangan kawasan ini tidak mencukupi. Bahkan, permodalan ini terkadang tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan oleh para nelayan dan petani.

Minapolitan secara bahasa terdiri dari “Mina” berarti “ikan” dan “Politan” berarti “kota/kawasan”. Menurut UU No. 12 Tahun 2010, minapolitan mudahnya yaitu konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang berbasis pada kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisien dan berkualitas serta percepatan. Dalam pengembangannya, daerah yang menjadi kawasan minapolitan dikarateristikkan pada sentra-sentra produksi dan pemasaran berbasis perikanan. Kemudian diharapkan mempunyai multiplier effect tinggi terhadap kegiatan ekonomi seperti: produksi, perdagangan, jasa, pelayanan, kesehatan dan sosial. Tujuan utama dari konsep minapolitan adalah peningkatan pendapatan masyarakat dalam mencapai pertumbuhan ekonomi.

Minapolitan merupakan bagian program blue economy yang dicanangkan pemerintah dalam menciptakan ekonomi yang berkelanjutan. Minapolitan tidak hanya menyasar potensi kelautan tetapi juga potensi kawasan pesisir yang berada di daratan.

Nelayan sebagai salah satu objek yang akan dilibatkan dalam program ini karena jumlah nelayan di Indonesia mencapai 16,2 juta dan 90 persennya masih berada di bawah garis kemiskinan (BPS,2019). Tentu program ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap nelayan dan masyarakat di kawasan pesisir. Terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan konsep kawasan minapolitan mulai dari permodalan, infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia.

Pengembangan Berbasis Syariah

Islam hadir sebagai agama yang utuh. Islam tidak hanya melulu pada peribadatan ritualistik, melainkan juga bersifat muamalah. Untuk menjalankannya, didalamnya terdapat akad-akad syariah yang bisa menjadi pedoman dan solusi atas persoalan dalam pengembangan ekonomi seperti minapolitan ini.

Terdapat beberapa tahapan akad dalam mendorong program minapolitan terutama dalam hal pembiayaan.

Pertama, akad qardhul hasan, merupakan salah satu jenis pendekatan diri kepada Allah dan jenis muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena muqtaridh (yang memberi pinjaman) tidak diwajibkan memberi iwwad (tambahan) dalam pengembalian harta yang dipinjamnya kepada muqtaridh.

Kaitannya dengan peningkatan usaha mikro nelayan adalah sebagai penyedia alat-alat penunjang untuk melaut ataupun budidaya bagi nelayan yang membutuhkan peralatan, tapi tidak mempunyai uang untuk membelinya ke toko.

Contohnya; seperti penyediaan jangkar, jaring, mesin boat, mesin penyemprot, mini genset, dan lain-lain.

Kedua, akad musyarakah, akad syirkah adalah tetapnya hak kepemilikan bagi dua orang atau lebih sehingga tidak terbedakan antara hak pihak yang satu dengan hak pihak yang lain. Pada akad ini peran serta dalam membantu berjalannya tambahan modal bagi nelayan, misalkan ketika nelayan pembudidaya akan memperluas lahan budidayanya ataupun untuk memperbaiki/menambah kapasitas perahu, menambah peralatan penunjang melaut yang dipakai nelayan.

Ketiga, akad mudharabah, yaitu akad yang di dalamnya pemilik modal memberikan modal (harta) pada pengelola (mudharib) untuk mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakati (Wahbah, 2011). Akad ini menjadi akad penyertaan modal jangka menengah dan jangka panjang, bagi para nelayan yang baru ingin berusaha mandiri tapi tidak ada modal sama sekali. Akad ini beresiko tinggi, namun bila mitra diarahkan dan dibimbing dengan benar maka akad ini akan sangat menguntungkan.

Kaitannya dengan pengembangan ekonomi minapolitan adalah akan membentuk suatu nilai tambah (value added) bagi hasil tangkapan atau budidaya nelayan. Berupa pendirian pabrik pengolahan hasil perikanan, seperti cold storage, pabrik es, tempat pengasinan ikan, pabrik kerupuk ikan, pabrik tahu, dan tentu diharapkan sampai dengan adanya pabrik pengalengan ikan. Sehingga nelayan dapat memanfaatkan kekayaan/potensi laut yang ada dengan maksimal.

Keempat, akad salam, yaitu penjualan sesuatu yang akan datang dengan imbalan sesuatu yang sekarang, atau menjual sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan (Wahbah, 2011). Akad ini dijadikan sebagai alternatif yang bisa diterapkan kapan saja, tergantung situasi dan kondisi. Akad ini erat kaitannya dengan nelayan pembudidaya, karena untuk mendapatkan penghasilan mereka perlu waktu 2 bulan atau 3 bulan. Sehingga produk dari usaha mikro nelayan bisa ekspansi keluar.

Peran akad syariah terhadap pengembangan kawasan minapolitan diharapkan menjadi sebuah pilot project bagi program blue economic lainnya. Secara tidak langsung program tersebut juga memperluas peran ekonomi syariah dalam pengembangan ekonomi kelautan sekaligus peningkatan usaha mikro nelayan. Kemudian secara perlahan meninggalkan ketergantungan dari lembaga keuangan konvensional yang berbasis riba.

Referensi

  • Az-zuhaili, Wahbah. 2011, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, hlm. 357, Gema Insani, Jakarta.
  • Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2020
    https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/OE1KOFBP
  • Laut Masa Depan Bersama
    https://kkp.go.id/artikel/12993-laut-masa-depan-bangsa-mari-jaga-bersama
  • Permen Nomor 12 Tahun 2010 tentang konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisien, berkualitas dan percepatan.

Dosen STEI Al-Amar Subang

BACAAN LAINNYA: