Pemerintah Kucurkan BLT: Politik Ekonomi yang Jelek?

Pemerintah Kucurkan BLT: Politik Ekonomi yang Jelek?

EKISPEDIA.COM – Beredarnya kabar akan kenaikan harga BBM, pemerintah melalui menteri keuangan memberikan bantalan sosial tambahan baru sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun.

Pemerintah daerah juga diminta untuk melindungi daya beli masyarakat dengan dilakukannya penerbitan aturan dari kemendagri tentang 2% dari dana transfer umum dan dana bagi hasil (DBH) diberikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi transpotasi untuk angkutan umum dan perlindungan sosial tambahan.

Apakah ini Bertujuan Meredam Gejolak Masyarakat?

Bantalan sosial tambahan yang diberikan sebanyak Rp 600.000 dan dibagi dengan dua kali pembagian. Setelah itu, harga BBM akan tetap pada harga baru dan rakyat dipaksa kembali ke kondisi semula.

Pemerintah kerap kali memberikan bantuan sosial, namun apakah memberikan perbaikan pada keadaan ekonomi masyarakat berkelanjutan?

Saya teringat akan tulisan Kahrudin Yunus dalam bukunya Sistem Ekonomi Bersamaisme terkait politik ekonomi menambah upah dan menaikan gaji-gaji pegawai, buruh dsb.

Beliau mengatakan bahwa politik ekonomi yang demikian adalah suatu politik ekonomi yang jelek dan tidak mendatangkan perbaikan yang sebenarnya kepada masyarakat.

Praktik seperti itu hanyalah obat sementara bagi keadaan hidup mereka (buruh dan para pegawai). Oleh karena, setelah kenaikan itu maka akan bertambah pula ongkos-ongkos lainnya hingga mengakibatkan harga barang akan ikut naik, pada akhirnya mereka akan hidup kembali seperti saat sebelum upah ataupun gaji mereka itu bertambah.

Dilain sisi, naiknya gaji ataupun upah para pegawai pemerintah juga akan menambahkan ongkos-ongkos pemerintah yang dengan sendirinya mendorong pemerintah untuk menambah keuangannya dari segala macam sumber, seperti bea, cukai, dan lain sebagainya.

Maka pemerintah dalam hal ini seperti seorang yang memberi dengan tangan kanannya dan mengambil kembali dengan tangan kirinya. Ataupun pemerintah terpaksa mencetak dan menambah banyaknya uang yang beredar dalam negara. Hal ini akan menyebabkan timbulnya inflasi dalam negara.

Jadi menurut Kahrudin Yunus, politik menambah upah dan menaikkan gaji-gaji adalah satu politik ekonomi yang jelek dan tidak mendatangkan perbaikan yang sebenarnya kepada masyarakat.

Lalu, langkah politik ekonomi seperti apa seharusnya?

Seiring berjalannya waktu, kajian-kajian seputar sistem ekonomi Islam terus berlanjut dari yang awalnya berbentuk argumen-argumen pribadi dengan filosofi kurang matang, hingga pada detik ini terus mengalami pendewasaan.

Tentu sistem ekonomi Islam telah lama memiliki solusi dan terbukti memakmurkan masyarakat.

Solusi atas persoalan politik ekonomi yang saat ini terjadi adalah dengan menggunakan mekanisme wakaf.

Kita bisa lihat negeri Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Turki, dan Bangladesh. Mereka telah mengembangkan lembaga sosialnya hingga dapat membantu berbagai kegiatan umat, mengurangi kemiskinan.

Wakaf sendiri merupakan suatu instrumen ekonomi Islam yang saat ini tengah digalakkan kajian-kajiannya khususnya di Indonesia. Dengan pengoptimalan wakaf, suatu negara bahkan bisa menyediakan fasilitas umum secara gratis tanpa harus dengan memberikan “obat sementara” agar rakyat merasa senang.

Namun yang menjadi masalah utama adalah, sistem ekonomi yang menguasai negeri ini masih kapitalis. Para praktisi ekonomi Islam masih bergelut dalam sektor keuangan syariah, belum banyak yang terjun dalam dunia politik. Sehingga kebijakan-kebijakan yang jadi arus utamanya adalah sistem ekonomi kapitalis.

Wallahu a’lam

Founder Ekispedia.com

Alumni S2 Ekonomi Islam Universitas Airlangga, Surabaya

BACAAN LAINNYA: